Pilkada Klaten 2015 dipersiapkan. Panwascam telah dilantik, 75% di antara mereka lulusan S1.
Solopos.com, KLATEN – Sebanyak 78 orang terpilih menjadi anggota panitia pengawas kecamatan (panwascam) di Klaten. Dari jumlah tersebut, 75% merupakan lulusan S1.
Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024
Hal itu disampaikan Ketua Panwaslu Klaten, Wandyo Supriyatno, saat ditemui
Wandyo menyatakan puas dengan proses seleksi anggota panwascam yang dipersiapkan untuk pilkada 9 Desember mendatang.
“Dari segi pendidikan, mereka berkualitas. Sesuai aturan memang minimal berpendidikan SMA. Tetapi, dari total yang menjadi panwascam, 75% lulusan S1,” terang dia.
Selain memiliki kualitas pendidikan tingkat sarjana, anggota panwascam terpilih menyatakan berani melakukan pengawasan pilkada yang rawan konflik.
“Saat wawancara, satu persatu juga menyatakan berani serta cerdas. Ini yang kami tunggu untuk mereka buktikan pada pilkada mendatang. Berani itu, ya kalau memang salah benar-benar dinyatakan salah, tidak perlu takut dengan siapapun,” ungkapnya.
Terkait tugas para panwascam, Wandyo mengatakan seusai dilantik mereka langsung menjalankan tugas pengawasan. Dalam waktu dekat, panwascam mengawal pemutakhiran data pemilih yang masih dilakukan oleh KPU.
Ketua Bawaslu Jateng, Abhan, mengatakan ada sejumlah aturan anyar dalam UU No. 8/2015 tentang perubahan atas UU No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wali Kota, dan Bupati.
Salah satunya yakni terkait. Panwaslu bakal ketambahan personel dengan pengawas di setiap TPS.
“Setiap TPS ada satu pengawas. Harapannya, frekuensi kerawanan adanya pelanggaran manipulasi saat rekapitulasi suara di TPS bisa dikurangi,” ungkapnya.
Terkait politik uang yang kerap ditemui saat pemilu digelar, Abhan mengatakan undang-undang mengatur soal larangan politik uang. Namun, selama ini dalam undang-undang tak mengatur secara jelas soal sanksi. Alhasil, panwaslu pun tak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi pelaku politik uang.
Namun, pelanggaran tersebut bisa ditangani menggunakan aturan dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang menjadi kewenangan polisi.
“Jika tidak diatur dalam UU pemilu, bisa lari ke KUHP. Ini bukan lagi ranahnya panwaslu melainkan polisi. Makanya, kami berharap polisi juga bisa memahami dan proaktif ketika ada bukti politik uang,” kata dia.