SOLOPOS.COM - Suasana debat cabup yang digelar KPU Sragen, Rabu (28/10/2015). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Pilkada Sragen, empat calon bupati saling sindir dalam debat terbuka yang digelar KPU Sragen.

Solopos.com, SRAGEN—Keempat calon bupati (cabup) saling sindir dalam debat terbuka yang difasilitasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sragen di Gedung Kartini Sragen, Rabu (28/10/2015). Debat yang dipandu Dekan FISIP Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Ismi Dwi Astuti Nurhaeni itu berlangsung selama dua jam.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Sindir-menyindir antarcalon cukup kentara pada segmen III dan segmen IV. Sindiran antarcalon seolah menyudutkan petahana. Cabup Sugiyamto mengawali sindiran yang ditujukan kepada petahana Agus Fatchur Rahman yang tidak akur dengan Wakil Bupati Daryanto.

Sugiyamto menyatakan Bupati harus negawaran yang tidak melakukan politik balas dendam. Dia menyebut pengalaman 15 tahun yang terjadi di Bumi Sukowati menunjukkan gambaran bupati dan wakil bupati yang disharmonis yang saling menghantam dan membalas.

Mantan Ketua DPRD Sragen itu juga menyinggung kinerja petahana yang belum pernah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sekretaris DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sragen itu melihat penataan aset yang belum baik menjadi temuan BPK selama dua tahun terakhir. “Mindset eksekutif harus diubah dan ditata secara riil untuk menghindari termuan BPK dan supaya mendapat opini WTP,” katanya.

Pada segmen IV, Cabup Kusdinar Untung Yuni Sukowati (Yuni) mempertanyakan tingginya angka kemiskinan di Sragen yang tidak imbang dengan alokasi anggaran kemiskinan. Pertanyaan itu sebenarnya ditujukan kepada kinerja petahana. Yuni juga menyinggung soal pernyataan petahana yang terkesan menyalahkan pemerintahan sebelumnya, yakni pemerintahan Bupati Untung Wiyono yang tidak lain ayah Yuni sendiri.

“Paling enak menyalahkan pemerintahan yang dulu. Berarti tidak mampu memimpin dengan baik. Solusi konkrit yang saya tawarkan harus memulai dengan perencanaan keuangan SKPD [satuan kerja perangkat daerah] yang tepat sasaran, transparan, dan akuntabel. Bupati dan Wabup harus mematuhi aturan perundangan yang berlaku. Saya tidak pernah meninggalkan wabup kalau dipercaya rakyat,” katanya.

Yuni juga akan menempatkan jabatan struktural sesuai dengan kapasitas, kemampuan, dan pendidikan yang dimiliki bukan karena suka dan tidak suka. Dia akan memberi kebebasan kepada pegawai negeri sipil (PNS) bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya tanpa dibebani urusan pilkada.

Selain itu, Yuni akan menempatkan putra putri Sragen dalam posisi strategi bukan transfer dari daerah lain. Sindiran Yuni itu mengarah pada Sekretaris Daerah (Sekda) yang didatangkan dari Kabupaten Karanganyar.

Cabup Jaka Sumanta pun menyindir petahana ketika menyebut angka kemiskinan 15,02%. Dia menilai kebijakan kemiskinan yang diambil pemerintahan sekarang baru sebatas memberi obat penurun panas tanpa mengetahui akar kemiskinan. Akar kemiskinan di utara Bengawan Solo itu, sebut Jaka, hanya persoalan air.
Jaka juga menanggapi masalah tata kelola pemerintahan yang baik. Jaka menyindir Kepala Dinas Pendidikan Sragen yang berlatar belakang sarjana hukum.

“PNS itu sebenarnya yang diinginkan ketenangan dalam bekerja tanpa intimidasi. Pada menit pertama ketika terpilih, jago tidak mengenal kubu-kubuan. Jabatan penting dilelang secara terbuka bukan suka atau tidak suka. Karier PNS jelas. Kalau Kepala Dinas Pendidikan ya berangkat dari guru, kepala sekolah, pengawas, kepala bidang, kemudian kepala Disdik,” katanya.

Sementara itu, Cabup Agus Fatchur Rahman menepis sindiran-sindiran yang ditujukan kepadanya. Hampir setiap pernyataan petahana dibarengi dengan reaksi audiens yang gaduh. Agus menyatakan kemiskinan itu jadi bencana harian. Agus sudah mencoba memberi solusi konkrit.

“Miskin itu bukan bilangan angka tetapi saya mewarisi kemiskinan [pemerintahan] terdahulu. Anda lihat data Susenas [survei sosial ekonomi nasional] terjadi penurunan angka kemikisnan dari nyaris 18% [17,95%] ke 15,02%. Solusi riil itu salah satunya pembentukan UPTPK [Unit Pelayanan Terpadu Penangguangan Kemiskinan]. Orang boleh melecehkan tetapi PBB menghargai. Relnya sudah ditemukan. Lima tahun ke depan kita akan selamat dari garis kemiskinan,” ujarnya.

Agus mengakui selama 15 tahun terakhir Sragen belum pernah mendapat opini WTP dan kendalanya memang aset daerah. Kendala kedua, kata dia, karena adanya kasus korupsi kas daerah (kasda) yang menyeret mantan Bupati Sragen Untung Wiyono dan tiga pejabat struktural.

Agus pun menepis hubungannya dengan Wabup Daryanto. “Saya bukan urusan persoalan hubungan baik dengan siapa. Secara objektif, dari waktu ke waktu, lima tahun terakhir, kami selalu mencatat hal yang sama dan mencari kendala WTP. Kunci tata kelola pemerintahan yang baik itu terletak pada SDM yang baik. Kalau SDM Sragen memiliki kapasitas dan kualitas yang luar biasa,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya