Soloraya
Senin, 14 Desember 2015 - 12:30 WIB

PILKADA SUKOHARJO 2015 : Sosialisasi Dinilai Kurang Gencar, Partisipasi Pemilih Anjlok

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pilkada (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

Pilkada Sukoharjo 2015 dinilai kurang gencara disosialisasikan kepada masyarakat.

Solopos.com, SUKOHARJO – Lembaga penyelenggara pemilu dan partai politik (parpol) dinilai kurang gencar menyosialisasikan tahapan Pilkada Sukoharjo 2015. Hal ini berimbas pada anjloknya tingkat partisipasi pemilih yang mencapai 66,46 persen dan jumlah suara tidak sah sebanyak 27.763 lembar.

Advertisement

Hal ini diungkapkan pengamat politik asal Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tuhana, saat dihubungi, Minggu (13/12/2015). Menurut dia, kondisi serupa juga terjadi di daerah lainnya yang menggelar pilkada serentak.

Dia mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum maksimal melaksanakan tugas pendidikan politik bagi masyarakat. “Ke depan, lembaga penyelenggara pemilu perlu didorong untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat yang berimplikasi pada tingkat partisipasi pemilih,” kata dia.

Advertisement

Dia mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum maksimal melaksanakan tugas pendidikan politik bagi masyarakat. “Ke depan, lembaga penyelenggara pemilu perlu didorong untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat yang berimplikasi pada tingkat partisipasi pemilih,” kata dia.

Tak hanya KPU, parpol juga belum menjalankan fungsi serupa dalam membangunan pendidikan politik masyarakat. Padahal, salah satu fungsi parpol adalah turut membangun pendidikan politik bagi masyarakat.

Permasalahan ini menjadi pekerjaan rumah baik lembaga penyelenggara pemilu dan parpol pada masa mendatang. Sehingga masyarakat lebih bergairah dalam menghadapi pesta demokrasi terbesar di setiap daerah.

Advertisement

Dosen Fakultas Hukum UNS ini juga menyoroti kesadaran masyarakat dalam berpolitik masih minim dalam memilih calon pemimpin daerah.

Mereka mempunyai tanggung jawab memilih calon pemimpin daerah dengan menggunakan hak pilihnya saat pelaksanaan pemungutan suara. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor seperti kedekatan emosional masyarakat dengan pasangan calon.

Selain itu, faktor domisili juga mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih pada pilkada. Biasanya, para perantau atau kaum boro tidak bisa pulang kampung untuk menggunakan hak pilihnya lantaran harus merogoh kocek cukup besar.

Advertisement

“Terlebih para buruh atau pegawai hanya libur satu hari jadi mereka cenderung memilih tidak pulang kampung,” terang Tuhana.

Di sisi lain, Komisioner Divisi Sosialisasi KPU Sukoharjo, Yulianto Sudrajat, tak memungkiri tingkat partisipasi pemilih tak mencapai target yakni lebih dari 70 persen.

Kendati demikian, ia mengklaim telah menyosialisasikan tahapan pilkada kepada seluruh elemen masyarakat termasuk pelajar. Sosialisasi pilkada dikemas dalam berbagai cara tergantung segmen pemilih.

Advertisement

Misalnya, KPU menggandeng seniman dan budayawan yang unjuk gigi di acara car free day (CFD). Para seniman menyisipkan pesan sosialisasi pilkada kepada para pengunjung CFD.

“Kami sudah maksimal menyosialisasikan tahapan pilkada termasuk untuk pemilih pemula di sekolah-sekolah. Tak hanya Sukoharjo, tingkat partisipasi pemilih menurun di daerah lainnya di Soloraya,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif