SOLOPOS.COM - Ratusan warga Desa Senden, Kecamatan Ngawen, Klaten kembali menggelar unjuk rasa untuk menolak hasil pemilihan kepala desa (pilkades) di depan balaidesa setempat, Rabu (8/5/2013). (Moh Khodiq Duhri/JIBI/SOLOPOS)


Ratusan warga Desa Senden, Kecamatan Ngawen, Klaten kembali menggelar unjuk rasa untuk menolak hasil pemilihan kepala desa (pilkades) di depan balaidesa setempat, Rabu (8/5/2013). (Moh Khodiq Duhri/JIBI/SOLOPOS)

KLATEN–Ratusan warga Desa Senden, Kecamatan Ngawen, Klaten kembali menggelar unjuk rasa untuk menolak hasil pemilihan kepala desa (pilkades) di depan balaidesa setempat, Rabu (8/5/2013).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Mereka adalah pendukung calon kepala desa (cakades), Wagino, yang kalah dengan selisih satu suara dari cakades Triyono yang memenangkan pilkades pada 11 April 2013.

Ratusan warga berkumpul di jalan Dusun Kokap sekitar pukul 09.45 WIB. Sembari membawa keranda mayat dan poster, mereka berjalan menuju Balaidesa Senden yang berjarak sekitar satu kilometer. Keranda mayat itu diklaim mereka sebagai simbol matinya keadilan dalam pelaksanaan pilkades.

Sesampainya di depan balaidesa, mereka menuntut bertemu kepala desa (kades) dan perangkat desa. Mereka juga menuntut pertanggung jawaban Panitia Pencalonan dan Pengangkatan (Palona) atas pelaksanaan pilkades yang dinilai merugikan cakades Wagino dan pendukungnya.

Jalannya demo mendapat pengawalan ketat dari sejumlah aparat Polres Klaten dan Polsek Ketandan. Di sela-sela demo, tujuh orang perwakilan warga diizinkan memasuki balaidesa untuk bertemu langsung dengan Camat Ngawen, Lusiana Rina Damayanti; Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Kristanto; Ketua Palona, Prawoto; dan Kades Senden yang akan habis masa jabatannya pekan depan, Sarjoko.

Pada kesempatan itu, perwakilan warga yang menjadi tim sukses dari Wagino, Aris Simon, mengatakan maksud kedatangan warga adalah untuk menuntut pertanggungjawaban palona.  “Bukannya kami tidak mau mengakui kekalahan, tetapi kami menuntut pertanggungjawaban palona yang tidak profesional dalam bekerja,” papar Aris.

Tidak Profesional

Aris yang ikut menandatangani kesepakatan damai sebelum pilkades digelar mengaku tidak mengkhawatirkan ancaman pidana atas penolakan dirinya terhadap hasil pilkades. Dia menegaskan berada di jalur yang benar sehingga tidak takut dengan ancaman pidana.  “Kalau saya salah, saya boleh takut. Kalau saya memperjuangkan kebenaran apa layak mendapat pidana?” tandas Aris.

Heri Harjanto, perwakilan warga lain mengatakan sejak awal palona tidak bisa bekerja secara profesional. Menurutnya, cukup banyak warga yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih sementara (DPS) maupun daftar pemilih tetap (DPT) pilkades. Dia juga mengklaim terdapat belasan surat suara yang sah namun dinyatakan rusak.

“Sosialisasi sangat minim. Itu adalah bukti panitia tidak profesional,” tegasnya.

Camat Ngawen, Lusiana Rina Damayanti, mengatakan proses pelaksanaan pilkades sudah sesuai dengan Perda No 9/2006 tentang Pilkades dan Peraturan Bupati. Dia menghargai hak warga untuk menyampaikan aspirasi atas permasalahan pilkades yang digelar 11 April lalu. Kendati demikian, dia meminta maaf lantaran semua tahapan pilkades sudah mengacu pada payung hukum yang ada.

“Jika warga menemukan proses yang tidak sesuai perda, silakan menempuh jalur hukum. Kami tidak bisa memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah. Nanti biar pengadilan yang memutuskan,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, Aris mengaku belum memikirkan untuk menempuh jalur hukum. Menurutnya, langkah itu perlu dimusyawarahkan dengan warga lain. Namun dia mengaku sudah memiliki bukti dan saksi jika ingin menempuh jalur hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya