SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pemilu 2024.(rumahpemilu.org)

Solopos.com, WONOGIRI — Wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu Legislatif 2024 dinilai hanya akan mengerdilkan partai politik atau parpol kecil di Wonogiri

Pendapat tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Wonogiri, Witanto, saat diwawancarai Solopos.com, Kamis (19/1/2023) siang. Witanto mengatakan penerapan sistem proporsional tertutup hanya akan mengerdilkan partai menengah dan partai yang sedang berkembang.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Sebaliknya, sistem ini lebih menguntungkan parpol besar yang sudah memiliki massa dalam jumlah besar. Sistem yang pernah berjalan pada masa Orde Baru itu akan menciptakan konflik baru dalam internal parpol.

Dengan sistem proporsional tertutup, antarkader parpol yang maju sebagai caleg bakal saling bergesekan agar mendapatkan nomor urut kecil dari parpol tersebut saat Pemilu. Terlebih bagi parpol yang belum menyiapkan sistem kaderisasi yang matang.

“Ini berbahaya. Kalau boleh saya bilang, ini seperti konspirasi yang dilakukan parpol pemenang itu untuk tetap melanggengkan kekuasaannya. Ujug-ujug ingin sistem proporsional tertutup ini diterapkan,” kata Witanto.

Dengan sistem itu, parpol pemenang bisa begitu mudah merekrut kader karena peluang untuk mendapatkan kursi besar. Sementara parpol menengah dan baru saja berkembang akan kesulitan mendapatkan kader lantaran mereka menganggap parpol tersebut memiliki suara kecil. 

Selain memundurkan nilai demokrasi, sistem proporsional tertutup juga berpotensi mencegah siapa saja yang sebenarnya mumpuni menjadi pemimpin untuk ikut mewarnai kontestasi pemilu.

Mencederai Nilai-Nilai Reformasi

Masyarakat menjadi tidak punya pilihan langsung untuk memilih orang yang mereka kehendaki menjadi wakil di lembaga legislatif. Menurut Witanto, penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu mencederai nilai-nilai reformasi.

Sebab penerapan sistem ini sama saja seperti kembali pada masa Orde Baru jika tanpa persiapan dari semua partai sejak jauh-jauh hari. Menyoal tingginya biaya politik pada sistem proporsional terbuka, hal itu kembali pada individu masing-masing caleg.

Mereka yang ambisius menjadi anggota legislatif bukan atas kepentingan masyarakat, melainkan kepentingan pribadi akan mengusahakan berbagai cara agar terpilih.

“Buktinya, ada anggota legislatif dari PKB yang dulunya modin dan tidak mengeluarkan biaya politik banyak. Karena memang diinginkan oleh masyarakat untuk jadi anggota legislatif,” ujar dia. 

Witanto melanjutkan bisa saja sistem proporsional tertutup diterapkan, hanya harus dipersiapkan oleh semua parpol jauh-jauh hari. Bukan tiba-tiba ingin diterapkan ketika mendekati pemilu.

“Biarlah semua parpol membenahi internal parpol terlebih dulu, misalnya menyiapkan kaderisasi berjenjang dan konsolidasi. Kalau ujug-ujug minta seperti ini, kita seperti bangsa yang labil. Tidak mempunyai jati diri. Menjadi bangsa yang ragu. Dan ini sama sekali tidak sehat,” ucap Witanto.

Terpisah, Ketua DPC PDIP Wonogiri, Joko Sutopo, menyebut dukungan PDIP terhadap penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu Legislatif 2024 bukan karena saat ini berstatus partai politik (parpol) pemenang.

Ia mengatakan tujuan sistem itu adalah mengembalikan muruah partai politik sebagai peserta pemilu. Menurut Jekek, sapaan akrabnya, anggapan sistem proporsional bakal mengerdilkan parpol kecil sangat tidak berdasar.

Membeli Kucing dalam Karung

Sebab jika dilihat secara makro, PDIP hanya menang di pulau Jawa, sementara di pulau atau provinsi lain parpol berlambang banteng itu mendapatkan suara minor. 

“Undang-undangnya jelas kok, peserta pemilu adalah parpol, bukan kader. Selama ini, parpol tidak berfungsi dengan baik, hanya dijadikan alat bagi mereka yang memiliki kepentingan pribadi,” kata pria yang juga Bupati Wonogiri itu.

Menurut Jekek, mereka yang terjun di politik harus lah mereka yang benar-benar memiliki passion pada politik. Mereka harus belajar politik terlebih dahulu dari bawah. Bukan semata-semata hanya ingin mendapat kekuasaan.

Yang terjadi selama ini, menurut Jekek, adalah pragmatisme, yaitu mereka yang memiliki modal ekonomi besar bisa langsung diusung menjadi caleg suatu parpol. 

“Kalau begini, demokrasinya di mana coba? Enggak bisa begitu dong,” ucap dia saat berbincang dengan Solopos.com di Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Senin (16/1/2023).

Dia tidak setuju jika proporsional tertutup dianggap memundurkan demokrasi hanya karena masyarakat tidak bisa memilih calon wakilnya secara langsung sehingga konstituen seperti membeli kucing dalam karung. 

Dia justru menilai sebaliknya, dengan sistem proporsional terbuka, konstituen malah yang sebenarnya membeli kunci dalam karung. Sebab banyak caleg yang belum belajar ideologi kepartaian. 

“Mereka menjadi kader partai saat menjelang pemilu. Artinya, mereka belum teruji betul menjadi kader. Mereka tidak tahu apa yang menjadi ideologi partai. Jangan-jangan, mereka malah tidak tahu gambar partainya sendiri atau ketua umumnya,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya