SOLOPOS.COM - Ilustrasi penataan PKL oleh aparat Satpol PP. (JIBI/Solopos/Antara/Aries Zaldi)

PKL Solo, Legislator meminta Pemkot memiliki grand desain penataan pedagang.

Solopos.com, SOLO–Komisi III DPRD mendorong pembuatan grand design atau konsep besar penataan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Solo. Penataan pedagang selama ini dinilai bersifat parsial dan belum menyelesaikan problem secara tepat sasaran.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Anggota Komisi III, Suharsono, mengatakan grand design lima tahunan diperlukan agar penataan PKL lebih terarah dan sesuai tata kota. Menurut Suharsono, adanya grand design yang meliputi konsep serta lokasi penataan PKL dapat mendorong pengambilan kebijakan secara tepat. Diketahui belakangan muncul sejumlah polemik terkait relokasi PKL mulai dari PKL gerobak kuning Jl. Slamet Riyadi, PKL Jl. Gatot Subroto hingga PKL Sunday Market Manahan.
“Penataan PKL mestinya bukan sebagai tujuan, tapi alat untuk menjadikan pedagang aman dan nyaman di lokasi baru,” ujarnya saat ditemui wartawan di Gedung DPRD, Jumat (27/5/2016).

Suharsono mengatakan grand design dapat diisi pemetaan lokasi yang memungkinkan menjadi kantung-kantung baru PKL. Konsep tersebut juga perlu memuat sejumlah jalur yang steril pedagang sesuai perencanaan kota. Menurut Suharsono, karakteristik PKL di tiap wilayah juga perlu menjadi kajian dalam rencana penataan.

“Aspek sosiokultural harus diperhatikan. Apakah mereka cocok dipindah di selter, pasar tradisional atau bentuk penataan lain,” tutur politikus PDI Perjuangan tersebut.

Dia menyebut Pemkot juga perlu mendorong zero pertumbuhan PKL dalam penyusunan grand design. Suharsono menilai saat ini Pemkot sudah kerepotan mengelola PKL yang ada. Dengan luasan kota yang terbatas, dia menyebut sudah saatnya ada pengendalian PKL. “Harus zero pertumbuhan PKL. Law enforcement (penegakan perda) harus berjalan.”

Kepala Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Solo, Subagiyo, mengatakan ada sebanyak 5.817 PKL yang tercatat pendataan Pemkot. Dari jumlah tersebut, sekitar 5.500 pedagang di antaranya sudah ditata lewat pembangunan selter, pemberian gerobak hingga relokasi ke pasar tradisional. “Masih ada sejumlah PKL yang belum ditata seperti di Jl. Juanda, Jl. Ir. Sutami dan beberapa ruas jalan lain,” urainya.

Subagiyo menyebut tidak mudah menciptakan zero pertumbuhan PKL di Kota Bengawan. Pasalnya, Solo terkenal sebagai kota jasa dengan layanan kuliner sebagai penopangnya. “Kami juga memertimbangkan sisi kemanusiaan PKL. Namun upaya zero pertumbuhan PKL ini sudah kami terapkan di lokasi yang pernah ditata,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya