SOLOPOS.COM - Kuasa Hukum Direktur PT Jannas, Gatot Sucipto, 59 dari kiri: Andry Fajar Yunanto, Christiansen Aditya, dan Suparno saat ditemui seusai pembacaan putusan Praperadilan di PN Sukoharjo pada Kamis (15/6/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo mengabulkan sebagian permohonan praperadilan ganti kerugian yang diajukan Direktur PT Jannas, Gatot Sucipto, 59, terhadap seorang penyidik PNS (PPNS) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Sukoharjo.

Dalam sidang yang digelar Kamis (15/6/2023), hakim tunggal Deni Indrayana, mengabulkan permohonan Gatot dengan menyatakan PPNS KLHK dan JPU keliru dalam penerapan hukum dalam kasus impor sarung tangan yang sempat menyeret pemohon sebagai terdakwa.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Sementara permohonan ganti rugi tidak dikabulkan. Meskipun kami bisa membuktikan bahwa klien kami jelas mengalami kerugian, karena sarung tangan karet sebagai barang bukti itu disita dan kini menjadi rusak. Akibatnya bisnis sarung tangan karet menjadi tidak bisa berjalan,” kata Suparno, salah satu anggota tim kuasa hukum Gatot, saat ditemui seusai sidang.

Sementara kuasa hukum Gatot lainnya, Christiansen Aditya, mengaku kliennya mengajukan permohonan praperadilan ganti rugi ini sebagai balasan atas atas kengototan PPNS KLHK yang ingin mempidanakan kliennya dengan alat bukti yang tidak sah dan valid. Akibat kejadian tersebut menurutnya, usaha kliennya itu dirugikan bahkan nilainya mencapai Rp1 miliar.

Meski begitu, ia menghargai putusan majelis hakim yang menyatakan PPNS KLHK dan JPU telah melakukan kekeliruan penerapan hukum dalam penuntut terhadap Gatot.

“Kami sangat menghormati putusan hakim. Tidak ada upaya hukum lagi. Namun, upaya ini sebagai pemacu supaya aparat hukum baik penyidik di kepolisian, penyidik PPNS ataupun Kejaksaan harus lebih berhati-hati lagi dalam melakukan penyidikan,” kata Aditya.

Sebagai informasi, kasus impor sarung tangan ini bermula saat Bea Cukai Semarang bersama KLHK melakukan pemeriksaan terhadap sarung tangan yang diimpor Gatot. Sarung tangan impor itu dinyatakan bukan barang baru dan merupakan limbah non B3.

Dengan surat tersebut kemudian PPNS KLHK mengajukan perkara ini sampai di pengadilan. Namun rupanya dakwaan JPU dinyatakan tidak terbukti di PN Sukoharjo, Gatot pun diputus bebas. Namun, Gatot sempat ditahan di Mapolsek Kartasura selama lima bulan.

Pria asal Desa Luwang, Kecamatan Gatak itu sempat diancam Pasal 105 jo Pasal 69 Ayat (1) huruf c jo Pasal 116 ayat (1) huruf b jo Pasal 117 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Setelah diputus bebas, Gatot melalui kuasa hukumnya Christiansen Aditya, Suparno dan Andry Fajar Yunanto dari Kantor Advokat Christiansen Aditya I B, S.H M.H & Partner mengajukan permohonan praperadilan ganti rugi. Gatot merasa dirugikan secara material dan imaterial akibat kasus tersebut.

Terpisah, Humas PN Sukoharjo yang juga hakim yang mengadili perkara tersebut, Deni Indrayana, menyatakan garis besar putusannya yakni tuntutan ganti rugi ditolak.  Termohon I dan II dinyatakan melakukan kekeliruan penerapan hukum dalam penuntut terhadap pemohon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya