SOLOPOS.COM - Seorang pekerja menuangkan seember butiran biji klenteng ke bak penggilingan di tempat penyulingan minyak di Dukuh Bunder, Desa Kedungwaduk, Karangmalang, Sragen, Sabtu (12/3/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Tanaman randu yang menghasilkan kapuk dan klenteng (biji kapuk) di Sragen semakin langka. Padahal kapuknya bisa dimanfaatkan untuk pembuatan kasur, batal, dan guling.

Sedangkan klentengnya menjadi alternatif bahan baku pembuatan minyak goreng. Untuk pengembangan bisnis yang lebih besar untuk minyak goreng alternatif diperlukan kajian tersendiri.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Penjelasan itu disampaikan Ketua Forum for Economic Development and Employment Promotion (FEDEP) Kabupaten Sragen, Budiono Rahmadi, saat dihubungi Solopos.com, Selasa (15/3/2022). Budi, sapaannya, menerangkan klenteng memang menjadi salah satu bahan alternatif pembuatan minyak goreng di kala komoditas pokok itu langka. Bila Sragen ingin mengembangkan produksi minyak goreng alternatif itu maka harus diikuti dengan pembudidayaan tanaman randu kapas.

“Nah, selama ini belum ada pengembangan budidaya randu di wilayah Sragen. Pengusaha minyak klenteng di Kedungwaduk itu pun harus mendatangkan bahan baku dari luar Sragen,” jelas Budi.

Baca Juga: Warga Sragen Sulap Biji Klenteng Menjadi Minyak Goreng Alternatif

Ia menerangkan untuk pengembangan produk minyak klenteng minimal harus ada kesadaran masyarakat untuk menanam pohon kapu. Selain itu perlu juga dukungan dari pemerintah daerah. Untuk mengembangkan minyak klenteng harus ada jaminan prospek.

Prospek Minyak Klenteng

Budi menjelaskan tanaman tebu misalnya dinilai prospektif karena ada jaminan yang jelas. Dia menjelaskan investor sewa lahan ditanami tebu kemudian dijual ke pabrik gula dan menghasilkan gula kristal sehingga tabu itu menjanjikan.

“Nah kalau randu itu menjanjikan atau tidak belum bisa diukur. Sekarang minyak goreng langka dan klenteng bisa jadi bahan alternatifnya. Kami tidak tahu ketika minyak goreng berbahan kelapa sawit ini sudah tidak langka lagi, bagaimana nasib minyak klenteng?” ujar Budi.

Dia menilai harus ada kajian khsusus untuk melihat prospek jangka panjang dari minyak klenteng. “Prospek itu dilihat dengan cara menghitung mulai dari tanam sampai menghasilkan kapuk itu membutuhkan berapa lama. Hal itu dihitung dengan prinsip-prinsip bisnis. Bila sudah ketemu baru bisa ditawarkan ke swasta atau masyarakat. Yang namanya kemandirian itu tentunya bisa dilakukan dari berbagai sektor dan randu ini bisa menjadi salah satu menuju kemandirian daerah,” katanya.

Baca Juga: Minyak Klenteng Buatan Warga Sragen Diekspor ke Jepang

Sebelumnya diberitakan, seorang warga Kedungwaduk, Karangmalang, Sragen, Sukarno, memproduksi minyak klenteng sejak lima tahun terakhir. Di tengah kelangkaan minyak goreng sait seperti saat ini, minyak goreng dari klenteng bisa jadi alternatif. Meski dari sisi harga pun minyak klenteng itu tidak bisa dibilanh murah pula, di atas Rp15.000/liter.

Sebelum membuka usa pembuatan minyak klenteng, Sukarno adalah pengusaha kasur dan bantal. Ia menggunakan kapuk randu untuk mengisi kasur dan bantal tersebut. Klentengnya ia jual sebelum akhirnya ia manfaatkan sendiri menjadi minyak.

Minyak klenteng Sukarno sudah tembus pasar Jepang dengan kapasitas produksi 6-7 ton per 35 hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya