SOLOPOS.COM - Ketua Bawaslu RI periode 2008-2011, Nur Hidayat Sardini, seusai menjadi narasumber dalam Penguatan Forum Warga Dalam Pengawasan Partisipatif Dalam Pemilu Tahun 2024 di Hotel Tosan Solobaru, Rabu (15/3/2023) sore. (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Polarisasi massa diperkirakan bakal tetap ada pada Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024. Masyarakat diminta dewasa menanggapi hal tersebut.

Hal itu disampaikan mantan Ketua Bawaslu RI, Nur Hidayat Sardini seusai menjadi narasumber dalam Penguatan Forum Warga dalam Pengawasan Partisipatif dalam Pemilu Tahun 2024 di Hotel Tosan Solobaru, Rabu (15/3/2023) sore. Hidayat Nur Sardini merupakan Ketua Bawaslu periode 2008-2011.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pria yang juga sebagai Ketua Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini meminta masyarakat menjadi pemilih yang cerdas di Pemilu 2024.

Menurut anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada periode 2012-2017 ini, polarisasi tetap akan terjadi karena undang-undang, penyelenggara, bahkan peserta Pemilu 2024 hampir sama dengan pemilu sebelumnya.

“Saya boleh sebut 90% penyelenggara Pemilu 2024 adalah penyelenggara Pemilu 2019. Karena siklusnya lima tahun, dalam lima tahun tidak banyak perubahan. Hanya dalam beberapa formasi yang berbeda,” ujar Dewan Pengawas Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (Dewas PP-AIPI) itu.

Anggota Konsorsium Tata Kelola Pemilu itu memperkirakan Pemilu 2024 merepitisi apa yang pernah ada dalam Pemilu sebelumnya, bahkan Pilkada DKI Jakarta pada 2017. Dia menyatakan polarisasi terus berulang dan sudah terasa saat ini.

Menurutnya ketegangan polarisasi massa akan terus terjadi sepanjang menjelang 2024. Sementara prakondisi telah dimulai sejak 2022 lalu dan sudah terasa pada 2023 ini.

“Ekornya saja hari ini masih sama perkubuan kadrun dan cebong. Polarisasi sudah ada dan masih bekerja, baik sisa lama maupun pasti ada yang merencanakan ke depan. Apa yang sebaiknya dilakukan adalah pendewasaan masyarakat. Mereka harus menganggap hal tersebut sebagai dialog atau diskusi biasa. Tidak perlu sampai diratapi sedemikian rupa sehingga sampai membenturkan perbedaan,” ujar Nur Hidayat.

Sebab menurutnya dari sisi apapun masyarakat Indonesia memiliki banyak perbedaan, namun dalam sejarahnya tidak pernah terpecah akibat kejadian itu. Dia meminta pemilu mendatang tidak lantas memecah belah bangsa. Dia mengimbau masyarakat untuk tidak turut dalam arus polarisasi dan menjadi pemilih yang cerdas.

Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Sukoharjo, Muladi Wibowo, menyatakan berdasarkan pelaksanaan pemilu dan pilkada, ia mengakui jika laporan dan temuan pelanggaran masih didominasi oleh netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Kemudian penyalahgunaan data pemilih juga cukup tinggi.

“Juga ada temuan pelanggaran di tempat pemungutan suara (TPS) hingga harus dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). Itu semua yang menjadi catatan kami untuk diketahui masyarakat agar ke depan dengan adanya pengawasan pemilu partisipatif tidak terulang,” ujarnya.

Di sisi lain, dia menyebut pengawasan partisipatif masyarakat cukup baik. Hal itu dibuktikan dengan diterimanya ratusan surat aduan yang dikirim ke Bawaslu Sukoharjo.

“Contohnya ada masyarakat yang melapor terkait keanggotaan parpol, di mana pelapor mengaku tidak tahu jika dirinya dimasukan menjadi anggota parpol tertentu untuk keperluan verifikasi parpol. Laporan itu langsung kami tindaklanjuti untuk diteruskan ke KPU,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya