SOLOPOS.COM - Ilustrasi perangkat desa bekerja di kantor. (Solopos/Dok)

Solopos.com, SRAGEN — Belum lama ini di Sragen muncul polemik tentang Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) terindikasi asli tapi palsu (aspal) yang digunakan sejumlah pemerintah desa (pemdes) dalam tes seleksi calon perangkat desa (perdes).

Terkait hal ini Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati buka suara. Desa-desa yang melakukan rekrutmen perdes diminta berhati-hati memilih LPPM dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen akan ikut memverifikasi LPPM yang akan digandeng desa.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kabar adanya LPPM yang terindikasi aspal itu diterima Bupati Sragen setelah ada sejumlah desa yang menggunakan jasa LPPM tersebut.

“Ya, saya mendapat informasi ada LPPM aspal dan ada desa yang mau menggunakan itu. Izin pengisian perangkat desa itu memang ke Bupati. Setelah izin Bupati turun, wewenang untuk memakai LPPM A, B, atau C itu bukan di Bupati lagi tetapi ditentukan oleh desa,” ujar Yuni, sapaan Bupati, saat ditemui Solopos.com, Senin (7/8/2023) petang, di Sragen.

Yuni menerangkan awalnya ada salah satu pemdes yang melakukan proses pengisian perangkat desa menggunakan LPPM tertentu. Dia melanjutkan kemudian terjadi protes dari salah satu peserta yang merasa bisa mengerjakan tes tetapi tidak lulus.

Dia mengatakan peserta itu tidak hanya menanyakan kepada pihak panitia desa tetapi juga menanyakan ke pihak universitas yang bersangkutan.

“Setelah surat dari peserta masuk ke universitas, ternyata pihak universitas merasa LPPM yang dimaksud bukan LPPPM universitas itu,” jelas Yuni.

Atas dasar informasi itulah, Yuni mencoba supaya persoalan itu tidak berkepanjangan dengan cara meminta klarifikasi ke pihak universitas yang bersangkutan dan mencari informasi yang sebenar-benarnya seperti apa.

“Jadi [modus] ini sangat canggih. Mereka menggunakan latar belakang universitas. Mereka juga mengajak foto di rektorat. Seolah-olah benar. LPPM terindikasi aspal ini kemungkinan terorganisasi. Orang itu enggak ngerti kalau sampai ditipu. Saya juga ditipu. DPMD [Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa] juga tertipu,” jelas Yuni.

Yuni mengungkapkan Pemkab Sragen dalam hal ini DPMD itu punya kewajiban untuk mengawasi jalannya tes dan ujian tertulis dalam pengisian perangkat desa. Ketika tes itu ada di universitas, kata dia, maka Pemkab mengirim utusan ke sana untuk mengawasi pelaksanaan tes itu.

“Ternyata yang datang mengawasi itu juga tertipu karena ujiannya juga di gedung universitas. Lembaga ini jelas penipu ulung. Akhirnya pihak universitas melaporkan LPPM terindikasi aspal itu ke Polda untuk menginvestigasi. Hasilnya seperti apa belum tahu,” jelasnya.

Sebagai tindak lanjut, Yuni mengeluarkan surat edaran yang menegaskan seluruh desa yang akan mengisi perangkat desa agar menggunakan LPPM yang benar. Yuni tidak melarang menggunakan LPPM dari universitas mana pun sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup).

“Buntut dari persoalan ini, kami mengajukan permohonan ke seluruh universitas negeri yang bekerja sama dengan Pemkab Sragen untuk bersilaturahmi untuk pencegahan adanya modus LPPM yang terindikasi aspal itu. Kami sama-sama tidak tahu, sekelas Bupati saja kena tipu. Berapa desa yang menggunakan LPPM aspal itu, belum tahu,” jelas Yuni.

Dia menyampaikan semua permohonan pengisian perangkat desa sudah disetujui Bupati dan ditindaklanjuti. Dia menyampaikan untuk antisipasinya, LPPM yang dipilih desa harus dilakukan pengecekan dan verifikasi dari Pemkab Sragen.

“Seperti Desa Karangpelem yang meminta menggunakan Universitas Gadjah Mada [UGM] maka saya beri contact person yang jelas, langsung ke rektorat,” katanya.

Menunggu Proses Hukum

Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengungkapkan telah resmi melaporkan seseorang berinisial IS ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 27 Juni 2023 lalu.

Pelaporan itu dilakukan UGM lantaran IS diduga mengaku-aku sebagai Ketua Program Studi (Prodi), Pusat Studi, dan Wakil Rektor di UGM saat bekerja sama dengan pihak lain, termasuk pihak-pihak di Kabupaten Sragen.

Penjelasan itu diungkapkan Kepala Biro Hukum dan Organisasi UGM, Veri Antoni, dalam pesan WhatsApp kepada Solopos.com, Selasa (8/8/2023) sore.

“UGM melaporkan seseorang yang berinisial IS, berhubung yang bersangkutan mengaku/mengatasnamakan dirinya sebagai Ketua Prodi, Pusat Studi, dan Wakil Rektor di UGM ketika yang bersangkutan bekerja sama dengan pihak lain. Termasuk dengan pihak di Kabupaten Sragen,” tulis Veri.

IS tersebut diduga melakukan kerja sama dengan sejumlah desa di Sragen dalam pengisian perangkat desa (perdes) dengan mengatasnamakan UGM.

Veri menerangkan laporan tersebut disampaikan ke Polda DIY pada 27 Juni 2023. Saat ditanya bagaimana tindak lanjut dari Polda, Veri tidak menjelaskan lebih lanjut.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sragen, Pudji Atmoko, menyebut ada empat desa yang sudah menggunakan jasa lembaga yang terindikasi palsu itu.

Dia mengungkapkan empat desa itu terdiri atas Desa Gilirejo di Miri, Desa Klandungan di Ngrampal, Desa Jati di Sumberlawang, dan Desa Sambungmacan di Sambungmacan.

“Jadi bola ada di UGM. Dari kami merasa mekanismenya sudah sesuai dengan ketentuan. Dari empat desa itu, khusus yang Desa Gilirejo [pengisian perangkat desa] dilakukan pada 2022 dan tiga desa lainnya dilakukan di 2023. Untuk desa-desa lainnya sifatnya mutasi. Informasi dari camat kalau proses mutasi desa jarang melaporkan hasilnya ke kecamatan. Jadi hanya di internal panitia desa,” jelasnya.



Dia menerangkan untuk penjaringan perangkat desa dibuka lagi oleh Bupati Sragen untuk 14 desa pada 2023 ini sejak awal Juli lalu.

DPRD dan Pemkab Sragen menunggu proses hukum di kepolisian atas kasus dugaan penipuan oleh LPPM palsu yang mencatut nama Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Pudji Atmoko, mengaku terlibat dalam proses seleksi perangkat desa. Tugas DPMP adalah monitoring dan evaluasi (monev) penjaringan dan penyaringan dalam pelaksanaan uji kompetensi calon perangkat desa.

“Saat proses uji kompetensi calon perdes di Jati, kami diundang untuk monev dan tempatnya di Jogja. Saya mengutus dua pegawai DPMD untuk ikut mengawasi dan menanyakan, karena biasanya LPPM kok ini MAP. Jawabannya, kalau LPPM itu untuk peserta yang banyak, sedangkan MAP untuk peserta 5-10 orang,” kata Pudji saat ditemui wartawan di kompleks rumah dinas (rumdin) Bupati Sragen, Rabu (9/8/2023).

Saat itu pihaknya percaya begitu saja dan sekarang baru ketahuan kalau ada indikasi MAP itu palsu karena mencatut nama UGM. Bola sekarang ada di UGM karena mereka yang melaporkan ke aparat penegak hukum.

“Kami menunggu hasil proses hukum itu. Mekanisme yang ada sudah sesuai ketentuan. Kalau di luar yang empat desa itu kemungkinan pengisian perdes lewat jalur mutasi. Kalau jalur mutasi bisasanya desa jalan sendiri dan tidak laporan ke kecamatan atau dinas. Yang menggunakan jasa MAP ya kami tahu baru empat desa itu,” jelasnya.

Dia menjelaskan mutasi merupakan bagian dari cara pengisian perdes. Dalam mutasi juga ada uji kompetensi yang juga menggunakan jasa LPPM, sesuai Perda dan Perbup. Bagi desa yang ingin menggunakan jasa LPPM UGM, diminta langsung menghubungi wakil rektornya.

“Awalnya UGM juga tidak tahu. Setelah ada aduan dari desa baru tahu. Bupati kemudian menginstruksikan ke DPMD agar desa yang menggunakan LPPM mana pun harus melapor ke kecamatan yang diteruskan ke DPMD. DPMD yang berkirim surat ke kampus terkait supaya ikut mengawasi,” katanya.

Komisi I DPRD Sragen, Thohar Ahmadi, sudah memanggil DPMD, Camat Sumberlawang, Inspektorat, dan Bagian Hukum terkait kasus tersebut. Ia sempat meminta jadwal proses pengisian perangkat di Desa Jati kepada Camat Sumberlawang, tetapi sampai Rabu siang belum dikirim.

“Indikasi LPPM abal-abal itu baru diketahui setelah proses berlangsung dan memasuki babak akhir, yakni uji kompetensi. Mestinya desa dan kecamatan itu bisa mengecek validitas lembaga itu sebelum kerja sama. Saya melihat dari awal sudah salah,” ujarnya.

Ia menilai ada ketidaksinkronan komunikasi antara DPMD, kecamatan, dan desa. Ada anggapan DPMD dan kecamatan terlalu ikut campur dan intervensi jika ikut mengawasi proses seleksi.

Dia berencana memanggil pemerintah kecamatan terkait untuk mengetahui kebenaran proses pengisian perangkat desa. “Kemarin sudah memanggil Sumberlawang, mungkin berikutnya memanggil Miri, Ngrampal, dan Sambungmacan. Kami akan meminta koordinasi desa, kecamatan, dan PMD itu terus ditingkatkan,” katanya.

Apakah hasil seleksi perangkat desa yang menggunakan jasa LPPM palsu perlu dianulir, menurunya, hal itu menunggu keputusan hukum.

.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya