Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
“Berdasarkan hasil observasi dari kami, pedagang rata-rata menyetujui dengan adanya iuran tersebut. Tidak benar jika ada informasi penolakan dari pedagang soal iuran Rp6.000. Iuran itu murah sekali,” kata Ketua KPPK, Suhardi didampingi pejabat Humas KPPK, Solahudin, di Solo, Sabtu (8/9/2012).
Suhardi menuding pernyataan pedagang yang tidak setuju merupakan ulah oknum tertentu. Selain itu, kata Suhardi, ungkapan itu terucap dari pedagang yang menempati emperan, bukan kios. “Kami menyakini pernyataan itu tidak mewakili pedagang Pasar Klewer secara keseluruhan. Siapa bilang uang tarikan itu berat. Berat dari mana? Lagi pula uang itu untuk kepentingan pedagang sendiri. Kalau boleh dibilang, tarikan uang Rp6.000 sama dengan gratis alias tidak menjadi beban,” timpal sekretaris KPPK, Zainal Abidin.
Kendati uang iuran Rp6.000 selama 20 tahun yang ditimpakan pedagang masih sebatas wacana, namun KPPK mendukung upaya Pemkot Solo dalam proses revitalisasi Pasar Klewer. KPPK bahkan mendesak Pemkot untuk segera membahas detail engineering design (DED). “Pemkot menunggu apa lagi. Sosialisasi hasil studi kelayakan juga sudah diterangkan kepada pedagang dan organisasi pedagang lainnya. Semua sudah mengerti dan tidak ada penolakan waktu itu. Tidak perlu ada tinjauan kembali, tim FS kami pikir sudah bekerja profesional. Tim FS merupakan tim independen. Jadi kan sudah fair,” tegas Solahudin.
Lebih lanjut, Zainal menjelaskan apabila studi kelayakan dan DED tidak segera dilaksanakan, maka hal itu dapat menimbulkan keresahan dari masyarakat. Sebab, anggaran untuk membahas FS dan DED menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Solo senilai Rp1,4 miliar. “Pembahasan FS dan DED menggunakan uang rakyat. Jumlahnya tidak sedikit. Maka tidak ada alasan untuk menunda pekerjaan yang semestinya bisa dilaksanakan dalam waktu,” terang Zainal.
Sementara itu, pejabat Humas Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK), Kusbani, menjelaskan HPPK belum mau menanggapi terlalu mendalam perihal iuran dana Rp6.000. “Pembahasan itu terlalu dini. Kami ikuti proses tahapan berikutnya,” jelas Kusbani singkat.