Soloraya
Selasa, 14 Juni 2022 - 08:47 WIB

Polres Didorong Pakai UU TPKS pada Kasus Bocah SMP Sragen Melahirkan

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban pemerkosaan. (Freepik)

Solopos.com, SRAGEN — Polres Sragen didorong menggunakan hukum acara dalam UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Sragen. Termasuk pada kasus bocah SMP di Kecamatan Jenar, Sragen, yang melahirkan bayi laki-laki.

Bocah perempuan berusia 13 tahun itu diduga jadi korban pencabulan dengan identitas pelaku yang masih misterius.

Advertisement

Dorongan itu disampaikan anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah saat ditemui wartawan di Rumah Aspirasinya Kauman, Sragen Wetan, Sragen, akhir pekan lalu. UU tersebut berperspektif terhadap korban, termasuk memberi perlindungan dan pendampingan psikologis.

Luluk menerangkan dalam UU tersebut juga memperhatikan apa pun yang dibutuhkan korban agar survive dan lepas trauma, mendapatkan akses keadilan, dan mendapatkan restitusi yang dijamin UU.

Advertisement

Luluk menerangkan dalam UU tersebut juga memperhatikan apa pun yang dibutuhkan korban agar survive dan lepas trauma, mendapatkan akses keadilan, dan mendapatkan restitusi yang dijamin UU.

Baca Juga: Miris, Bocah 13 Tahun di Sragen Melahirkan Bayi, Ayahnya Misterius

“Kami berharap polisi di Sragen tak segan-segan menggunakan hukum acara dalam UU TPKS. Dalam perlindungan bukti dan saksi bisa menengok di ketentuan UU tersebut. Jadi dalam UU itu menjelaskan korban itu juga sebagai saksi kunci. Pengakuan korvan dan satu apat bukti visum sudah cukup untuk bisa memproses lebih lanjut,” jelas Luluk.

Advertisement

Dia mengakan sejak ada aduan atau laporan, polisi harus memproses dalam waktu 1×24 jam karena tidak boleh ada laporan terkait TPKS yang diabaikan. Setelah itu, ujar dia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan tim pelayanan terpadu dari pemerintah harus sesegera mendampingi korban, melakukan asesmen psikologis, dan memberi perlindungan yang dibutuhkan korban. Baik secara fisik maupun psikis atau bahkan sampai pada rumah aman bila ada ancaman.

Baca Juga: Warga Tak Sabar Pada Penyelidikan Kasus Bocah SMP Melahirkan di Sragen

Luluk menerangkan walaupun kasusnya masih penyelidikan, LPSK bisa langsung menghitung restitusi yang bisa dibayarkan untuk korban apabila sudah ada ketetapan hukum. Restitusi ini, ujar dia, yang membayar pelaku untuk korban melalui pengadilan, mulai dari visumnya, psikisnya, ekonominya bila keluarga sampai kehilangan pekerjaan, dan seterusnya.

Advertisement

Dia menerangkan dalam persoalan kekerasan seksual, diharapkan masyarakat bisa bersimpatik kepada korban. Apalagi korban di bawah umur. Masyarakat juga bisa waspada dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Selain itu masyarakat juga memberi bantuan untuk korban dan keluarga, jangan menjauhi, memberi stigma, bahkan jangan sampai menyingkirkan, dan seterusnya.

Baca Juga: Kakek dari Bocah SMP di Sragen yang Melahirkan Siap Biayai Tes DNA

Advertisement

“Masyarakat wajib untuk meringankan beban korban dan keluarga korban,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif