SOLOPOS.COM - Warga berusaha menangkap ayam yang dilepas ke atap bangunan sebagai nazar pada upacara tradisi Mandhasiya di Pancot, Kalisoro, Tawangmangu, Karanganyar, pada 2022 lalu. (Dok Solopos)

Solopos.com, KARANGANYAR — Tradisi Mandhasiya di Pancot, Kelurahan Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, dinilai memiliki potensi besar dan unik untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata.

Konon, tradisi ini berkaitan dengan asal usul terbentuknya Dusun Pancot. Dikutip dari jurnal berjudul Tradisi Mandhasiya Desa Pancot Dan Potensinya Sebagai Daya Tarik Wisata Kabupaten Karanganyar karya Devi Murdyaningsih dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada 2021 lalu, tradisi Mandhasiya digelar tujuh bulan sekali pada Selasa Kliwon wuku Mandhasiya.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Acara dipusatkan di Punden Balai Pathokan, Dusun Pancot. Di tempat ini terdapat Watu Gilang yang diyakini sebagai tempat dibenturkannya kepala Prabu Baka oleh Putut Tetuka.

Masyarakat Pancot meyakini dengan dilaksanakannya upacara adat ini akan menghindarkan mereka dari malapetaka seperti wabah penyakit atau hama tanaman yang susah ditanggulangi. Oleh karenanya tradisi Mandhasiya masih dilaksanakan di era yang modern ini di Pancot, Kalisoro, Karanganyar.

Pelaksanaan upacara tradisi ini terdiri dari dua tahap, yakni tahap pra-upacara dan prosesi upacara. Tahap pra-upacara diawali dengan musyawarah masyarakat untuk menentukan panitia acara.

Setelah panitia terbentuk, dimulailah kerja pra-upacara. Urut-urutannya diawali pada hari Minggu Pon wuku Mandhasiya dengan mengumpulkan gebukan atau beras dan uang di rumah Kepala Lingkungan.

Semua warga Pancot memberikan gebukan. Uang yang terkumpul kemudian dibelanjakan bahan-bahan yang diperlukan untuk sesajen upacara tradisi Mandhasiya di Pancot, Karanganyar, seperti bahan tapai, kelapa, janur, dan sebagainya.

Beras yang sudah terkumpul lalu direndam dan ditumbuk hingga menjadi tepung yang akan diolah menjadi makanan sesajen yang dinamakan gandhik. Untuk menambah rasa, tepung beras gandhik diberi garam, kelapa, dan bumbu lainnya.

Adonan gandhik dicetak dan dikukus hingga matang. Saat memasak gandhik ada pantangan yakni tidak boleh mencicipinya. Pada Selasa Kliwon, atau saat puncak acara Mandhasiya, gandhik akan dibagikan kepada masyarakat.

Kegiatan pra-upacara selanjutnya yakni menabuh bendhe dan tirakatan. Bendhe merupakan perangkat gamelan yang berbentuk seperti kempul. Kegiatan ini dilakukan pada malam Selasa Kliwon.

Penyiapan Sesaji

Para pemuda akan berkeliling desa dengan memukul bendhe yang diarahkan ke tempat-tempat yang dianggap keramat. Pada tengah malam, dilakukan tirakatan di rumah adat setempat.

Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan mempersiapkan sesaji. Makanan sesaji yang harus dipersiapkan dalam upacara tradisi Mandhasiya di Pancot, Karanganyar, antara lain gandhik, badheg, pisang, bothok, tempe bakar, kedelai goreng, pelas kedelai, gula kelapa, kelapa muda, ayam panggang, dan sebagainya.

Sesaji ini diletakkan di dua tempat, yakni Punden Balai Pathokan dan rumah Kepala Lingkungan. Sesaji ini ditaruh di tempat khusus yang tidak boleh dimasuki sembarang orang.

Pada puncak acara Selasa Kliwon, prosesi diawali pada pagi hari dengan penyembelihan ayam jantan dan kambing kendhit yang akan diolah sebagai sesaji. Sesaji yang telah siap disanggarkan di Balai Pundhen Pathokan.

Setelah semua siap, dilakukan pemukulan bendhe dengan irama seperti kentungan sebagai penanda upacara Mandhasiya di Pancot, Karanganyar, telah dimulai. Kemudian pada pukul 13.00 WIB gamelan gending Manyar Sewu diperdengarkan secara instrumental atau tanpa gareng atau waranggana oleh niyaga.

Acara dilanjutkan dengan pementasan reog pada pukul 15.00 WIB oleh paguyuban reog dari berbagai daerah. Kelompok-kelompok reog ini melakukan pentas sambil berjalan menuju Punden Balai Pathokan yang jarak tempuhnya 200 meter.

Setelah sampai di lokasi upacara, reog mengelilingi pasar Tiban sebanyak tiga kali, kemudian melakukan pentas kembali secara bergantian. Penyiraman cungkup Punden Balai Pathokan dilakukan pada pukul 16.00 WIB menggunakan air badheg yakni fermentasi air tapai ketan.

Prosesi ini diawali dengan penaburan beras kuning dan uang logam oleh sesepuh desa, kemudian penyiraman badheg ke Watu Gilang dan warga yang hadir. Penyiraman ini sebagai simbol peringatan bahwa air badheg memabukkan.

Hal itu dapat diartikan sebagai peringatan kepada masyarakat untuk tidak meminum minuman beralkohol. Acara selanjutnya yang tak kalah menarik pada tradisi Mandhasiya di Pancot, Karanganyar, yakni pelepasan nazar dengan melempar ayam ke atap pasar.

Nazar Ayam

Acara ini diiringi gamelan yang bermakna doa agar masyarakat Pancot terhindar dari penyakit, meminta harapan kepada Tuhan agar terhindar dari musibah, dan doa agar tercapai cita-citanya.

Biasanya orang yang bernazar akan melepaskan sepasang ayam jantan dan betina. Pelepasan nazar ini tidak tertutup hanya bagi warga Pancot tapi juga boleh diikuti masyarakat umum lainnya.

Sebelum dilepas, ayam tersebut dikumpulkan dan diikrarkan oleh Kepala Lingkungan. Kemudian, ayam dilepaskan satu per satu ke atap dan para pengunjung bersorak-sorak sembari berlarian untuk merebutkan ayam dengan harapan memperoleh keberkahan.

Acara kemudian ditutup dengan penyebaran beras kuning dan uang logam oleh Tetua Adat yang berarti ayam nazar telah habis. Setelah acara selesai, warga bergotong-royong untuk membersihkan lingkungan.

Seluruh rangkaian acara tradisi Mandhasiya di Pancot, Karanganyar, itu dinilai memiliki daya tarik tinggi untuk wisata. Pengunjung bisa belajar mengenal budaya, adat, dan sejarah yang terkait dengan kisah Prabu Baka dan Putut Tetuka.



Selain itu, keindahan alam perdesaan Pancot dan keramahan warganya juga menjadi daya tarik tersendiri. Wakil Bupati Karanganyar, Rober Christanto, saat upacara Mandhasyia pada 2020 lalu, seperti diberitakan Solopos.com, menyampaikan harapan agar warisan leluhur di Dusun Pancot itu terus dilestarikan.

Melalui kegiatan ini, Rober menilai kerukunan dan tali persaudaraan dengan gotong-royong dapat semakin erat. “Ini bentuk syukur. Semoga warga Pancot diberi keberkahan. Kalau kita menjaga alam, alam akan menjaga kita,” kata dia.

Pada 2021, tradisi Mandhasiya juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya