Solopos.com, SOLO — Terminal Tirtonadi di Kota Solo, Jawa Tengah, masih tetap eksis dari dulu hingga sekarang. Terminal yang diabadikan dalam lagu campursari karya Didi Kempot ini memiliki sejarah yang panjang.
Terminal yang berlokasi di Jl Ahmad Yani itu kali pertama beroperasi pada 18 Juli 1976. Tempat ini dibangun menggantikan Stasiun Bus alias Stanplat Hardjodaksino di Gemblegan.
Kala itu, Stanplat Gemblegan hanya cukup untuk parkir 10-12 unit bus. Lahan yang sempit itu masih harus dibagi untuk kantor dan ruang tunggu.
Pilihan lahan di tempat itu memang awalnya karena cukup strategis. Berada di kawasan pinggiran kota (Solo bagian utara) dan dekat pinggir jalan antar provinsi pada 1975.
Awalnya lahan yang digunakan Terminal Tirtonadi Solo masih sebatas areal bekas permukiman warga, ditambah lapangan. Sekitar 1986 areal terminal diperluas menjadi sekitar lima hektare.
Baca juga: Legend! Deretan Bus Bumel Solo-Jogja, Pernah Naik?
Salah satu lokasi perluasan adalah Taman Tirtonadi. Namun, saat itu belum semua taman digunakan untuk terminal. Perluasan dilakukan dengan menutup sebuah kolam rekreasi yang menjadi hulu Kali Pepe yang membelah Kota Solo.
Sisa taman itu kini semakin kumuh, karena digerayangi warga untuk usaha warung makan dan kios, juga kerajinan batu nisan.
Baca juga: Bumel Ternyata Bukan Istilah Bus, Tapi Sepur
Dalam foto lawas yang dibagikan admin Facebook Solo Zaman Dulu, geliat Terminal Tirtonadi terlihat dengan jelas. Puluhan bus dengan berbagai model, termasuk berhidung panjang terparkir di kawasan terminal.
Nama busnya pun bermacam-macam dan cukup unik. Seperti Podang, Hasti, Damri, Sri Rejeki, dan lainnya. Bus-bus lawas itu pun kini tinggal kenangan digantikan model lain yang lebih baru.