SOLOPOS.COM - Empat pekerja bahu-membahu memutar mesin press tembakau asapan di salah satu industri tembakau asapan milik Tri Purwanto di Soka RT 012/RW 003, Jenengan, Sawit, Minggu (20/1/2013). (JIBI/SOLOPOS/Mahardini Nur Afifah)

Empat pekerja bahu-membahu memutar mesin press tembakau asapan di salah satu industri tembakau asapan milik Tri Purwanto di Soka RT 012/RW 003, Jenengan, Sawit, Minggu (20/1/2013). (JIBI/SOLOPOS/Mahardini Nur Afifah)

BOYOLALI – Ribuan petani tembakau di Kabupaten Boyolali menyatakan penolakan diberlakukannya regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang pengendalian tembakau.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Boyolali, Teguh Sambodo, kepada Solopos.com, Minggu (20/1/2013), mengungkapkan petani tembakau di Boyolali menolak PP No 109/2012. Menurut laki-laki yang akrab disapa Nanang ini, alasan Pemerintah memasukkan tembakau ke dalam kategori zat yang bersifat adiktif menyudutkan petani tembakau. “Kenapa yang dikotak-kotakkan hanya petani tembakau saja. Sementara bahan-bahan lain seperti kopi, makanan atau barang konsumsi lain juga memiliki dampak ketergantungan yang sama dengan tembakau,” jelasnya.

Menurut Nanang, Pemkab Boyolali dan kalangan DPRD diminta segera mengambil sikap terkait pernyataan yang dilontarkan Wamenkes di televisi yang menyatakan petani tembakau sudah setuju dengan perberlakuan PP No 109/2012. “Petani tembakau yang mana yang sudah setuju. Petani tembakau rajangan di daerah Selo, Cepogo, Musuk dan Ampel setiap musim selalu tanam tembakau. Petani pernah mencoba menanam yang lain, tapi semua tidak ada nilai ekonominya [sebanding dengan tembakau]. Hampir di setiap rumah di sana dipakai untuk menjemur dan merajang tembakau,” ungkapnya.

Nanang berpendapat sebelum PP disyahkan, Pemerintah seyogyanya memberikan sosialisasi kepada petani tembakau di daerah yang paling merasakan imbas pemberlakuan PP No 109/2012 tersebut. “Seharusnya Pemerintah memberikan sosialisasi sebelum dijadikan PP. Lalu ada audiensi. Setelah itu baru ditetapkan,” katanya.

Menurut Nanang, sebagian besar petani tembakau di daerah Ampel, Selo, Cepogo dan Musuk menggantungkan hidupnya pada tembakau karena nilai ekonominya yang tinggi. Sedangkan petani tembakau di daerah Teras, Banyudono dan Ngemplak masih bisa menanam tanaman lain.

Sebelumnya, Kamis (17/1/2013) APTI Boyolali mengadakan sosialisasi tembakau bagi petani tembakau di Musuk, Selo, Cepogo dan Ampel di Balai Desa Sukabumi, Cepogo.

Terpisah, pemilik industri tembakau asapan, Tri Purwanto, 48, ketika ditemui Solopos.com di Desa Soka RT 012/RW 003, Jenengan, Sawit, mengatakan belum membaca PP No 109/2012. Namun Tri selalu mengikuti perkembangan berita PP pengendalian tembakau dari televisi. “[Kebijakan] ini kejam namanya. Saya kecewa dengan Pemerintah. Kok Pemerintah tidak mikir, ini daerah agraris. Lahan pertanian yang efektif di sini tembakau. Kalau ditanam yang lain selalu terkena hama,” ujarnya.

Menurut Tri, saat ini tak kurang 100 pekerja menggantungkan hidupnya di tempat produksi pengasapan tembakau miliknya. Dari industri rumahan ini, sekitar 15 ton tembakau asapan dikirim ke Malang tiap pekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya