SOLOPOS.COM - Ketua KTNA Wonogiri, Dwi Sartono, memupuk tanaman melon di Kebun Barotani Manunggal, Desa Kepatihan, Selogiri, Wonogiri, Senin (11/12/2023). (Solopos/Muhammad Diky Pradita)

Solopos.com, WONOGIRI — Para petani khususnya yang menanam padi di Wonogiri diminta bersiap menghadapi berbagai permasalahan yang mungkin muncul pada 2024. Hal itu lantaran curah hujan pada tahun depan diperkirakan tidak terlalu tinggi.

Kurangnya curah hujan menyebabkan siklus masa tanam tanaman pangan di Wonogiri berubah. Hal itu berpotensi besar terhadap penurunan produksi panen. Dalam kondisi tersebut, tanaman hortikultura dinilai menjadi alternatif bagi petani untuk bisa tetap untung.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Wonogiri, Dwi Sartono, menjelaskan saluran irigasi Colo Barat maupun Colo Timur saat ini memang sudah dibuka kembali setelah ditutup untuk perawatan rutin sejak Oktober lalu namun aliran airnya sangat minim.

Padahal saluran irigasi itu berfungsi mengairi sawah di Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, dan Sragen. Pada saat yang sama, curah hujan belum normal atau masih rendah sehingga petani tadah hujan di Wonogiri belum banyak yang mulai menanam.

Menurut Dwi, kondisi itu akan berdampak pada penyeragaman awal masa tanam. Akibatnya waktu panen padi juga berbarengan baik petani irigasi maupun petani tadah hujan. Hal itu sangat berpotensi mempengaruhi harga jual padi menjadi jatuh karena produksinya terlalu banyak.

Saat harga turun, Dwi mengimbau petani jangan segera menjual hasil panen melainkan menahan atau menyimpan sampai masa tanam berikutnya. Dia meyakini saat sudah masa tanam berikutnya harga jual padi akan naik.

Berdasarkan informasi yang dia himpun, curah hujan pada 2024 akan rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Artinya dimungkinkan pada masa tanam kedua, produksi tanaman pangan akan berkurang.

Rentan Muncul Hama

Dengan produksi pangan berkurang, maka harga jual naik. Selain itu, penanaman serentak rentan muncul hama dan penyakit yang dengan mudah dan cepat menyebar.

“Sekarang mereka sama-sama menunggu hujan. Biasanya, petani tadah hujan di Wonogiri awal Desember sudah mulai menanam bahkan sudah mulai matun [menyiangi rumput di sawah], setelah itu petani irigasi dari Colo barat atau timur baru menyusul mulai menanam. Jadi mulai tanamnya tidak berbarengan, ada jedanya,” kata Dwi saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (11/12/2023).

Dia melanjutkan curah hujan yang masih rendah pada Desember ini juga menyebabkan sejumlah petani merugi. Petani di sejumlah daerah di Wonogiri sudah telanjur menanam benih tanaman pangan seperti padi dan jagung. Namun, banyak yang gagal pada penanaman awal karena hujan belum optimal.

“Di Selogiri sudah banyak petani tadah hujan yang menebar benih padi. Tapi karena cuacanya seperti ini belum berani juga untuk dibesarkan. Padahal kalau benih itu lama tidak kunjung dibesarkan, hasil panennya tidak bagus, sulit panen,” ujar dia.

Berdasarkan data hidrologi Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS), curah hujan pada November 2023 yakni 32 milimeter (mm)/bulan dan Desember 2023 mencapai 90,5 mm.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan 0-100 mm termasuk rendah, 100-300 mm sedang, 300-500 tergolong tinggi, dan lebih dari 500 mm kategori sangat tinggi.

Dibandingkan pada 2022 periode yang sama, curah hujan pada saat itu sudah cukup tinggi. Curah hujan pada November dan Desember 2022 masing-masing sebesar 535,5 mm dan 395,5 mm.

Hortikultura Bisa Jadi Solusi

Menurut Dwi, curah hujan yang rendah pada 2024 itu perlu diwaspadai para petani padi terutama yang mengandalkan tadah hujan di Wonogiri. Hal itu mengingat tanaman pangan harus selalu dipasok air dalam jumlah banyak sepanjang masa tanam.

“Bagi petani yang lahannya ada sumur, segeralah tanam saat ini. Jangan menunggu sampai curah hujan tinggi,” kata Dwi. Ia menambahkan dengan curah hujan rendah sebenarnya paling aman bagi petani di Wonogiri adalah menanam tanaman hortikultura.

Hal itu lantaran kebutuhan air tanaman itu relatif sedikit, hanya perlu kelembapan. Di sisi lain, saat ini merupakan momentum yang cocok bagi petani untuk menanam tanaman hortikultura buah-buahan.

Dwi menjelaskan dengan asumsi mulai saat ini petani sudah mengolah tanam, awal masa tanam pada akhir Desember atau awal Januari. Lama masa tanam buah-buahan sekitar dua sampai tiga bulan.

“Katakanlah nanti panen Maret hingga April, itu Bulan Puasa dan Idulfitiri, harganya pasti naik karena demand-nya tinggi. Lagipula, hortikultura relatif mudah ditanam,” ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Wonogiri, Baroto Eko Pujanto, juga menyampaikan memasuki musim hujan, menanam hortikultura jenis buah-buahan dan tanaman obat lebih menguntungkan.

Sedangkan tanaman hortikultura lain seperti bawang merah atau cabai rentan terserang hama dan penyakit saat terkena banyak hujan, belum lagi biaya perawatan cukup tinggi.

“Kacang panjang, sawi, terung, bayem, dan sejenisnya juga bagus ditanam saat penghujan. Sebaiknya menanam hortikultura di awal penghujan agar saat tiba kemarau kebutuhan air sudah tercukupi sehingga bisa bertahan hidup,” kata Baroto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya