SOLOPOS.COM - Pemilik usaha budidaya jamur tiram di Tegalsari, Urutsewu, Ampel, Boyolali, Sri Haryanto, memanen jamur tiram, Selasa (8/2/2022). (Solopos/Ni'matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Pembudidaya jamur tiram di Tegalsari, Urutsewu, Ampel, Boyolali, Sri Haryanto, 45,mampu meraup omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan dari usaha yang dijalankannya. Padahal, modal awal yang dikeluarkannya saat memulai usaha pada 2005 hanya Rp1,5 juta

“Dulu modalnya Rp1,5 juta. Kalau sekarang omzet untuk jamurnya Rp36 juta untuk baglog sekitar Rp12 juta per bulan,” ungkapnya kepada wartawan di Tegalsari pada Selasa (8/2/2022). Bapak tiga anak tersebut mengaku dalam sebulan dapat menjual 6.000 baglog dengan harga per baglog Rp2.000.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sebagai informasi, baglog adalah media jamur tiram yang terdiri dari serbuk gergaji, kapur, bekatul dan lainnya yang dibungkus dengan plastik bening tahan panas dan diberi bibit jamur.

Baca juga: Tak Hanya Lezat, Jamur Tiram Punya Banyak Manfaat bagi Tubuh

Kemudian, pria yang juga menjabat Kepala Desa Urutdewu itu menyatakan per hari menjual sekitar 1,2 kuintal jamur tiram dengan harga Rp10.000 hingga Rp11.000 per kilogram. “Yang Rp10.000 untuk pembeli yang lama, kalau yang baru Rp11.000. Untuk pangsa pasar, karena kami sudah lama dan lingkungan juga banyak, justru kami pasar sudah terbentuk. Jadi pembeli datang kemari untuk mengambil jamur tiram. Ada dari Jogja dan Semarang,” ungkapnya.

Pada Selasa, ribuan baglog tampak tersusun rapi di tempat usaha budidaya jamur tiram milik Sri Haryanto di Tegalsari. Sri Haryanto kemudian mengambil jamur tiram yang telah tumbuh di beberapa baglog.

Kendala Saat Musim Pancaroba

Haryanto mengaku untuk membuat baglog diperlukan bahan baku serbuk gergaji, bekatul, dan kapur. “Untuk serbuk gergaji, kami ambil dari daerah Klero, Salatiga. Kemudian untuk katul, kami beli ke warga masyarakat, ada yang kulakan dari Karanggede, Simo, Sambi, dan dari Banyudono,” jelas Sri Haryanto.

Baca juga: Baru Jalan 6 Tahun, Omzet Keripik Jamur Tiram Makarti Boyolali Capai Rp20 Juta per Bulan

Lebih lanjut, Haryanto mengatakan budidaya jamur tiram bukannya tanpa kendala. Ada beberapa kendala yang yang harus ia hadapi terutama di musim pancaroba. Dua hari terakhir, ia mengatakan hanya mampu panen jamur tiram sebanyak 60 dan 70 kilogram.

“Di musim pancaroba begini ada angin banyak. Itu mengurangi produksi jamur hampir 50 persen turunnya. Ini kan juga angin panas ya, jamur kan bagaimana pun yang dibutuhkan adalah tempat lembap,” ungkapnya. Saat pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, usaha Sri Haryanto ternyata juga pernah terdampak. Ia mengungkapkan kesulitan memasarkan produk jamur tiramnya.

“Waktu itu kami panen 1,5 kuintal per hari, tapi kemampuan serap pasar rendah hanya 70 hingga 80 kilo yang terserap. Itu karena tempat wisata tutup kemudian sekolah libur. Dan kami harus mengurangi produksi, otomatis juga mengurangi karyawan,” jelasnya.

Baca juga: Jatilan hingga Wayang, Cara Seniman FKSN Meriahkan HPN 2022 di Boyolali

Ia mengatakan ada lima karyawan yang dirumahkan. Ia hanya mampu mempertahankan sembilan karyawannya. Haryanto mengungkapkan sekarang permintaan pasar mulai normal kembali. Namun, ia belum mampu memenuhi permintaan pasar seperti semula.

“Saat ini sudah mulai normal, jadi untuk serapan pasar sudah kembali lagi 1,5 kuintal tapi produksi kami belum mampu karena kami habis meliburkan karyawan, juga kemampuan produksi masih berkurang. Untuk saat ini kami produksinya ada di kisaran 100 hingga 120 kilo per hari,” tutup Haryanto.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya