SOLOPOS.COM - Ilustrasi topi perlambang wibawa polisi (JIBI/Solopos.com/Dok.)

Solopos.com, SOLO — Calon bupati (cabup) Sukoharjo yang bertarung dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) 2005 Djowo Semito Admodjo mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Solo, Kamis (20/3/2014). Permohonan tersebut diajukan karena aparat Polresta Solo dinilai warga Jebres, Solo itu tak bekerja profesional dalam menangani kasus penipuan dan penggelapan yang dilaporkannya 15 Mei 2013 silam.

Kuasa hukum Djowo, Bhudhi Kuswanto, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Solo, Jumat (21/3/2014), mengatakan kliennya mengajukan permohonan praperadilan karena penyidik Polresta Solo tiba-tiba menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus tipu-gelap yang dilaporkan Djowo. Sebelumnya Djowo melaporkan seorang kurator PT Indonesia Antique Endang Sri Karti Handayani yang dituding menipu dan menggelapkan hasil penjualan aset Djowo berupa beberapa bidang lahan senilai lebih dari Rp3 miliar.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Permohonan praperadilan itu teregister dengan nomor 05/Pid.Pra/PN.Ska/2014. “Penghentian penyidikan ini sangat janggal. Dari semula dinyatakan ada tindak pidana dan sudah menetapkan tersangka, tiba-tiba polisi menyatakan perkara kami bukan tindak pidana,” papar Bhudhi.

Dia menceritakan, setelah mendapat laporan, polisi dua kali menggelar perkara. Pada kesempatan itu penyelidik menyatakan ada dugaan tindak pidana. Pemberitahuan tersebut dituangkan dalam surat permberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP), Selasa (7/1/2014). Atas dasar itu polisi menaikkan penyelidikan menjadi penyidikan dan menentukan tersangka.

Penyidik selanjutnya menyita dokumen-dokumen sebagai barang bukti. Namun, setelah menggelar perkara lagi, lanjut Bhudhi, penyidik mendadak menyatakan kasus itu bukan merupakan tindak pidana, melainkan perkara perdata. Selain itu, polisi menyatakan tidak memiliki cukup bukti untuk meneruskan penyidikan.

“Anehnya lagi dalam SP3 yang kami terima, polisi hanya mengungkap nama tersangka dengan sebutan Mr/Mrs X, alamatnya juga tidak dicantumkan. Ini ada apa? Masa nama tersangka disembunyikan. Justru ini mengesankan ada hal-hal yang tidak baik,” imbuh Bhudhi.

Menurut dia, penghentian penyidikan tersebut tidak sah. Pasalnya, apa yang dinyatakan penyidik kontradiksi dengan fakta yang ada. Polisi menyatakan tidak memiliki cukup bukti. Padahal, kata Bhudhi, polisi telah memiliki alat bukti yang lebih dari cukup, yakni barang bukti berupa dokumen dan keterangan saksi, termasuk terlapor.

“Dalam Perkap [Pasal 1 butir 22 Peraturan Kapolri No. 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana] secara jelas menyatakan bukti yang cukup adalah laporan polisi dan dua alat bukti yang sah. Semua hal itu sudah ada. Lalu apanya yang kurang bukti,” pungkas Bhudhi.

Terpisah, saat dimintai tanggapan Kasatreskrim Polresta Solo, Kompol Guntur Saputro, tidak membalas pesan singkat dan menerima telepon dari Solopos.com.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya