SOLOPOS.COM - Ilustrasi Keraton Solo (Foto: Dokumentasi)

Program deradikalisasi tak hanya dilakukan pemerintah tapi didukung Keraton Solo dengan mengusung kebudayaan.

Solopos.com, SOLO – Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat bersama kalangan aktivis kebudayaan terus gencar melakukan modifikasi budaya ke sejumlah daerah di Soloraya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Langkah tersebut sebagai salah satu upaya mencegah gerakan radikalisme yang kian marak akhir-akhir ini.

Demikian salah satu benang merah dalam acara peluncuran buku Tembang Dolanan dan diskusi kebudayaan di Sasono Samarakata Keraton Solo, Minggu (24/1/2016).

Dalam acara tersebut, penulis buku Dr. Purwadi dan pengageng Keraton, K.P. Eddy Wirabhumi menjadi pembicara.

Eddy mengatakan modifikasi kebudayaan saat ini sangat perlu digalakkan dalam rangka mengajak masyarakat kembali mencintai kebudayaannya. Hanya mereka yang mencintai kebudayaannya, tegasnya, secara tak langsung akan menjadi agen deradikalisasi paham-paham ekstrem akhir-akhir ini.

“Budaya Jawa yang kita miliki ini sudah memiliki segudang nilai ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, etos kerja, dan toleransi. Makanya, Keraton kini sangat aktif melakukan gerakan kebudayaan ke daerah-daerah,” ujar dia.

Sejumlah daerah yang menjadi tujuan aktivitas kebudayaan bukan saja wilayah Soloraya. Namun sejumlah daerah di luar Solo, seperti Purwodadi dan sekitarnya juga menjadi tujuan. Mereka diajak bersama-sama menyelenggarakan latihan menari, menembang, kemah budaya, serta aktivitas seminar kebudayaan lainya.

“Selama ini yang diserang gerakan-gerakan radikal sesungguhnya tak hanya negara tapi juga kebudayaan kita, kebudayaan Jawa. Nah, kita harus melakukan gerakan tandingan di masyarakat dengan mengajak semua komponen masyarakat didukung pemerintah,” paparnya.

Penulis buku, Dr. Puwardi, mengatakan ada 360 tembang Jawa yang ia susun kembali disertai penjelasannya. Menurut Purwadi, 360 tembang dalam buku tersebut berisikan ajaran cinta kasih, kepatuhan, kebangsaan, kerja keras, serta nilai-nilai luhur lainnya.

Ia menjelaskan, radikalisme yang selama ini kerap memakai nama agama sebenarnya justru tak memiliki akar agama. Menurutnya, mereka yang menganut paham radikalisme adalah orang yang kosong dari sisi kebudayaan, agama, maupun modernitas.

“Jadi, mereka ini orang-orang nanggung. Tak paham akar agama, tak paham kebudayaan, namun juga gagal memahami modernisme. Jadinya, ketika ada paham impor, ditelan mentah-mentah. Mereka lupa bahwa Tuhan tak merestui ajaran kekerasan,” paparnya.

Purwadi berkeyakinan jalan kebudayaan yang dirintisnya bersama Keraton di sejumlah daerah bisa menjadi upaya deradikalasi.

Apalagi, imbuhnya, paham-paham radikalisme saat ini juga sudah menyusup ke lapisan bawah masyarakat di pedesaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya