Solopos.com, SUKOHARJO – Sekitar 50% lahan di kawasan terdampak proyek pembangunan jalan layang (flyover) di Palur, Mojolaban, Sukoharjo disewakan.
Hal itulah yang dikhawatirkan akan menimbulkan sengketa di internal warga ketika harus membagi besaran kompensasi yang diterima masing-masing pihak.
Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah
Koordinator paguyuban warga terdampak proyek flyover, Andi Tri Handoyo mengatakan, persoalan sengketa tanah di Palur selama ini terbilang kecil.
Namun, problem lainnya ialah soal para pemilik lahan yang rata-rata berada di luar kota lantaran tanahnya telah disewakan kepada pihak lain.
“Kalau pemiliknya masih di sekitar Solo mungkin gampang dihubungi, kalau di luar Soloraya apalagi di luar Jawa Tengah, ya agak repot,” kata Andy saat ditemui
Setidaknya, sambung Andy, ada sekitar 50% lahan terdampak proyek flyover yang berstatus sewa. Keberadaan pemiliknya rata-rata berada di luar Soloraya yang sebagian sudah jarang kembali ke Solo.
Kondisi inilah yang dinilai rentan terjadi konflik internal warga. Pasalnya, dalam pembagian ganti rugi bangunan, pihak panitia pembebasan tanah (P2T) tak akan turut campur.
Saat ini, sambung Andy, warga masih berkonsentrasi pada pengukuran ulang yang dilakukan P2T. “Saat ini, warga yang sudah mengajukan komplain melalui saya ada sembilan keluarga. Setelah ini, saya yakin akan terus bertambah karena warga Palur cukup kritis dan teliti,” terangnya.
Warga lainnya Hardoko yang akan mengajukan permintaan pengukuran ulang atas tanah dan bangunannya juga berharap ke depannya semoga tak lagi ada kesalahan hitung yang merugikan warga.