SOLOPOS.COM - Spanduk bertuliskan protes warga akan dampak polusi udara yang ditimbulkan terpasang di jalan Desa Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar pada Senin (28/8/2023). (Solopos.com/Indah S.W.)

Solopos.com, KARANGANYAR — Warga Desa Kemiri, Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar akhirnya mencopot spanduk protes kepada PT Acidatama dan PT Sariwarna. Kedua perusahaan itu sebelumnya diprotes warga karena Jadi sumber dari polusi udara dan debu dari hasil pembakaran batu bara di pabrik mereka.

Pecopotan spanduk itu dilakukan setelah adanya pertemuan perwakilan warga Dusun Janggan, Desa Kemiri, dengan PT Sariwarna Asli dan PT Indo Acidatama. Pertemuan yang digelar 29 Agustus 2023 lalu ini juga dihadiri Camat, Kapolsek, dan Danramil Kebakkramat. Hasil pertemuan ini, kedua perusahaan tersebut menyepakati akan memperbaiki sistem pembakaran batu bara mereka.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Menurut informasi dari salah atu warga Kemiri yang mengikuti pertemuan itu, Agus Supardi, Jumat (1/9/2023), dari PT Sariwarna Asli diwakili oleh manajer HRD, Daniel. Ia mengaku perusahaannya telah mengurangi debu dan penyemprotan jalan untuk mengurangi dampak polusi tersebut.

Jika ada warga yang mengalami sakit karena efek polusi batu bara ini, ia meminta warga tersebut agar dibawa ke rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahaan.

PT Sariwarna Asli juga akan mengganti bahan bakar batu bara dengan gas, tetapi untuk saat ini belum bisa. Salah satunya karena perusahaan tekstil sedang dalam masa kritis. “Semua perlengkapan untuk mengurangi polusi belum datang dan untuk mengubah semua itu butuh waktu,” kata dia.

Sementara dari pihak PT Indo Acidatama yang diwakilkan Manager HRD, Teguh, juga menyanggupi mengurangi polusi. Namun perusahaan belum bisa menghilangkan debu polusi tersebut karena berpengaruh terhadap produksi. Jika produksi terganggu, menurutnya, bisa berdampak pada nasib para karyawan setempat.

PT Indo Acidatama juga berjanji akan mengurangi penggunaan batu bara dan berupaya untuk mengurangi polusi seperti dengan membuat hujan buatan, dan lain sebagainya. Ihwal kompensasi akan diberikan dalam bentuk CSR.

“Jadi ada upaya dari perusahaan mengganti bahan bakar dari batu bara ke biogas yang lebih ramah lingkungan, akan tetapi semua membutuhkan perlengkapan dan waktu yang cukup,” katanya.

Warga Kemiri sudah mengeluhkan polusi batu bara sejak 2017 lalu. Namun dari tahun ke tahun bukan semakin membaik, justri semakin memburuk. Puncaknya, tahun ini warga merasakan dampak debu batu bara yang sudah tidak bisa ditoleransi.

“Warga menyampaikan keluhan itu langsung ke pihak perusahaan. Kami juga menagih hasil mediasi pertama pada 21 Juli 2023 yang masih nihil menghilangkan polusi debu,” kata Agus.

Selama ini, dia mengatakan perusahaan sudah hidup berdampingan dengan warga selama 35 tahun. Namun dulu tidak ada polusi, sementara kini mulai merasakan dampak debu tersebut.

Warga, lanjut dia, hanya ingin perusahaan memberikan solusi nyata atas keresahan akan dampak polusi udara dan debu tersebut. Bahkan tak sedikit warga yang sakit karena efek polusi batu bara oleh dua perusahaan.

Kadus Jangganan, Sido Mulyono mengatakan penyemprotan terus dilakukan petugas pemadam kebakaran untuk mengurangi polusi debu yang bertaburan di rumah warga. Debu-debu tersebut sisa aktivitas industri PT Indo Acidatama dan PT Sariwarna.

“Penyemprotan ini juga menindaklanjuti keluhan warga. Mereka terdampak polusi udara,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya