SOLOPOS.COM - Rudi Raharjo, 27, petani milenial asal Desa Bogem, Kecamatan Bayat yang sukses membudidayakan melon, Jumat (6/1/2023). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Jenuh menjadi buruh di bidang bangunan, pemuda asal Desa Bogem, Kecamatan Bayat ini memilih pulang kampung. Pria bernama Rudi Raharjo, 27, tersebut mulai menekuni kehidupan menjadi petani.

Dia menjadi petani melon di dalam green house serta budi daya dilakukan secara hidroponik. Berjalan dua tahun, usaha Rudi mulai membuahkan hasil dengan memproduksi melon kualitas supermarket. Apalagi, saat ini pasar melon masih menjanjikan.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Pria lulusan SMKN Ngawen, Gunungkidul jurusan otomotif itu menceritakan awalnya dia bekerja sebagai kuli bangunan. Pekerjaan itu mengharuskan Rudi merantau ke Jakarta.

Bertahun-tahun bekerja, Rudi mulai merasakan titik jenuh. Oleh seorang temannya, dia mendapatkan saran menggeluti bidang pertanian.

Kebetulan, orang tua dari sahabat Rudi membudidayakan tanaman dengan cara hidroponik. Dia pun belajar hidroponik dari ayah temannya.

Pria lajang itu meyakini usaha yang paling menjanjikan yakni usaha di bidang pertanian.

“Pertanian itu tidak bakal mati. Ibaratnya, selama manusia hidup, masih butuh makan,” kata Rudi saat ditemui Solopos.com di Desa Bogem, Kecamatan Bayat, Jumat (6/1/2023).

Rudi semakin tertarik pada dunia pertanian terutama melon setelah berselancar di internet dan mendapati prospek buah dari keluarga labu itu menjanjikan. Pasar domestik ternyata masih kurang-kurang.

Memutuskan mundur dari dunia perkulian, Rudi pulang kampung dan mencoba menanam melon dengan sistem hidroponik mulai 2020.

Percobaan pertamanya gagal. Dari puluhan tanaman yang dia tanam di 15 polybag, hanya tanaman pada satu polybag yang bisa panen. Buah pada tanaman lainnya diserang lalat buah.

Gagal pada percobaan pertama tak membuat Rudi patah arang. Dia membikin green house dengan bangunan menggunakan konstruksi bambu.

Kapasitas bangunan yang dirancang khusus untuk membudidayakan tanaman itu  mampu menampung sekitar 450 tanaman. Saat awal mencoba tanam, Rudi hanya fokus sukses berproduksi. Pada tanam kedua, Rudi mulai menjual hasil panen.

Sukses bertanam melon, Rudi terus mengembangkan green house. Kini, dia mengelola lima green house di desanya dengan fokus menanam melon. Kapasitas green house beragam, mulai untuk 450 tanaman hingga 1.000an tanaman.

Kualitas melon hasil produksi dari green house yang dikembangkan Rudi memiliki kualitas premium. Rudi sudah memiliki jejaring pedagang partai pesar yang siap menampung melon yang dia produksi. Melon-melon tersebut dipasarkan ke kalangan menengah ke atas.

Rudi menanam berbagai varietas melon. Harga melon dari petani bervariasi tergantung varietas. Ada yang seharga Rp18.000 per kg.

“Yang paling ramai melon varietas Inthanon,” kata Rudi

Soal kendala budi daya, Rudi menjelaskan tanaman melon kerap “rewel”. Lengah sedikit produksi tak maksimal bahkan tanaman mati.

Lantaran hal itu, Rudi dibantu dua karyawan secara rutin mengecek tanaman termasuk pemberian nutrisi.

Pilihannya bertanam melon di dalam green house lantaran sawah di desanya termasuk sawah tadah hujan alias hanya mengandalkan air hujan untuk irigasi. Selain itu, bertanam menggunakan green house dengan sistem hidroponik relatif lebih aman dari serangan hama dan penyakit.

Meski, dia tak menampik modal awal yang dikeluarkan untuk membangun green house serta produksi tak sedikit.

Green house itu bisa dibilang modal tetap. Sementara untuk biaya tanam itu modal tidak tetap. Modal produksi itu tergantung faktor cuaca juga. Kalau mau hemat bisa diurus sendiri,” kata dia.

Soal omzet, Rudi mengatakan rata-rata per bulan omzet yang dia peroleh sekitar Rp25 juta. Nilai itu masih dipotong untuk biaya produksi.

Meski sukses bertanam melon, Rudi tak berhenti berinovasi. Dia memiliki rencana untuk membudidayakan jenis tanaman lainnya.

Dia juga berharap petani di wilayahnya mulai tertarik mengembangkan budi daya tanaman menggunakan green house yang memiliki prospek menjanjikan.



Selain mengurus green house pribadi, Rudi juga ikut mengelola green house yang dikembangkan desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Bogem yang sudah bergulir selama setahun terakhir. Usaha di bidang budi daya melon tersebut dilakukan desa terinspirasi dari kesuksesan Rudi.

Sebelumnya, Kepala Desa (Kades) Bogem, Tri Raharja, mengatakan pada panen perdana, BUM desa bisa mendapatkan omzet sekitar Rp30 juta. Dari nilai itu, ada sumbangan ke pendapatan asli desa (PADes) sekitar Rp11 juta. Budi daya melon menggunakan green house itu dibantu petani milenial setempat.

Raharja menjelaskan prospek budi daya melon menggunakan green house cukup menjanjikan termasuk mendongkrak PADes Bogem. Sebelumnya, PADes Bogem hanya berasal dari sewa tanah kas desa sebanyak delapan patok.

Nilai sewa tanah kas desa per patok sekitar Rp110.000 per tahun. Dengan nilai itu, PADes Bogem per tahun-tahun rata-rata hanya Rp1 juta. Setelah ada pengembangan budi daya melon menggunakan green house, PADes Bogem terdongkrak hingga 11 kali lipat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya