Soloraya
Minggu, 24 Februari 2013 - 05:26 WIB

PUNGLI PASAR CEPOGO: Tak Tahan Tekanan, Warga Pasar Lapor Polisi

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana di Pasar Sayur Cepogo belum lama ini. Aksi pungli dan premanisme yang diduga dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan pengurus paguyuban di pasar tersebut telah meresahkan sebagian warga pasar. (JIBI/SOLOPOS/Oriza Vilosa)

Suasana di Pasar Sayur Cepogo belum lama ini. Aksi pungli dan premanisme yang diduga dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan pengurus paguyuban di pasar tersebut telah meresahkan sebagian warga pasar. (JIBI/SOLOPOS/Oriza Vilosa)

BOYOLALI – Dugaan praktik premanisme, pungutan liar (pungli) dan intimidasi yang dilakukan oknum dari Paguyuban Pedagang Pasar Sayur Cepogo (P3SC) di Pasar Cepogo, Boyolali, akhirnya dilaporkan kepada aparat kepolisian. Sedikitnya 20 orang dari berbagai unsur di pasar itu, membuat laporan resmi di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) di Polres setempat, Sabtu (23/2/2013).
Advertisement

Salah seorang warga pasar, Suyatno, warga Desa/Kecamatan Cepogo, kepada Solopos.com mengemukakan dugaan praktik premanisme, pungli dan intimidasi yang dilakukan oknum P3SC akhirnya dilaporkan kepada pihak kepolisian karena mereka berharap aparat dapat turun tangan dalam penyelesaian persoalan itu.

Suyatno mengakui sebagai salah satu pekerja, yaitu tukang sapu, dia juga anggota P3SC. Namun dia bersama warga pasar lainnya tidak ingin ada kesewenang-wenangan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh segelintir orang di pasar tersebut berlarut-larut.

Dia mencontohkan, P3SC mengenakan iuran kepada para kuli panggul jika ingin menjadi anggota. Dari kuli-kuli panggul yang mendaftar P3SC, mereka dikenai biaya administrasi Rp300.000/orang. Sedangkan jumlahnya ada sekitar 70 orang. Sementara untuk kuli panggul yang selama ini bekerja di pasar yang lama, dikenai Rp500.000 per orang yang harus dilunasi 5 Maret nanti. Selanjutnya saat sudah jadi anggota, kuli panggul tersebut akan dikenai iuran Rp1.000/orang.

Advertisement

“Untuk bayar uang muka administrasi Rp200.000 saja, ibu-ibu yang menjadi kuli panggul itu sampai ada yang harus jual perabotan rumah tangga, atau pinjam ke sana kemari, hanya demi bisa bekerja di pasar. Belum nanti harus melunasi yang Rp300.000. Apa ndak kasihan? Itu kan sangat berat untuk kami yang orang kecil ini. Padahal untuk kuli panggul itu pendapatan yang bisa didapat sehari paling banter hanya Rp5.000-Rp15.000,” kata Suyatno.

Hal senada dikemukakan salah seorang tukang ojek, Sugiyanto. Iuran yang harus dibayarkan kepada P3SC agar bisa ikut mencari nafkah di Pasar Cepogo tersebut sangatlah memberatkan. “Kalau tidak mau, katanya ya nda usah jadi anggota,” ungkapnya.

Seorang tukang parkir yang enggan disebutkan namanya mengaku dirinya sudah 1,5 bulan ini terpaksa tidak lagi bekerja di Pasar Cepogo lantaran tidak mau membayar iuran tersebut. “Ya mau bayar pakai apa? Saya ini kan cuma wong cilik. Karena ndak bisa bayar iuran ke P3SC ya terpaksa saya nganggur karena belum bisa bekerja di tempat lainnya,” tutur tukang parkir tersebut.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif