SOLOPOS.COM - Ilustrasi pungutan liar alias pungli. (Googleimage)

Pungli Sukoharjo, para pedagang oprokan di Pasar Grogol menuntut pengembalian uang pungutan.

Solopos.com, SUKOHARJO — Sejumlah pedagang oprokan di Pasar Grogol, Sukoharjo, menuntut pengembalian uang yang diduga pungutan liar (pungli) untuk biaya penempatan. Praktik pungli diduga dilakukan Lurah Pasar Grogol, BS, yang telah dicopot dari jabatannya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Para pedagang oprokan diminta uang untuk biaya penempatan di pasar tanpa disertai bukti pembayaran berupa kuitansi. Nominal uang yang diminta bervariasi senilai Rp500.000-Rp2 juta tiap pedagang. Mereka membayar  biaya penempatan pasar sejak pindah dari pasar darurat ke bangunan baru pada Januari 2016. (Baca: Tim Gabungan Selidiki Dugaan Pungli di Pasar Grogol)

Jumlah pedagang oprokan yang telah membayar biaya penempatan pasar ada 53 orang. Sesuai regulasi, para pedagang oprokan tak perlu membayar kepada petugas untuk menggelar lapak dagangan di pasar.

Mereka kemudian melakukan pertemuan yang difasilitasi Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Sukoharjo di ruang pertemuan di Pasar Grogol, Kamis (2/2/2017). Seorang pedagang oprokan di Pasar Grogol, Ny. Budi, mengatakan para pedagang menuntut uang yang telah dibayarkan kepada lurah pasar segera dikembalikan.

Duit itu bisa digunakan untuk modal atau biaya operasional berdagang di pasar. Hingga kini, para pedagang belum menerima pengembalian uang yang diduga pungli itu.

“Intinya kami minta uang yang telah disetorkan pedagang segera dikembalikan. Lebih cepat lebih baik,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (3/2/2017).

Ny. Budi mengaku membayar biaya penempatan pasar senilai Rp600.000. Pembayaran biaya penempatan pasar dilakukan tiga kali masing-masing Rp200.000. Kala itu, para pedagang oprokan tak mengetahui secara jelas mengenai biaya penempatan pasar.

Beberapa bulan setelah pindah ke bangunan baru pasar, ia kembali dimintai uang dengan dalih biaya penempatan pasar oleh petugas pasar. “Kali pertama membayar sebelum pindah dari pasar darurat ke bangunan baru pasar. Saya dimintai fotokopi kartu tanda penduduk [KTP] dan uang senilai Rp200.000,” ujar dia.

Harapan senada diungkapkan pedagang oprokan lainnya, Ny. Tono. Nominal uang yang ditarik petugas bervariasi. Dia juga tak mengetahui regulasi mengenai penempatan pasar bagi pedagang oprokan. Para pedagang tak bisa berbuat banyak saat petugas menarik uang biaya penempatan pasar.

Mereka langsung merogoh kocek pribadi untuk membayar biaya penempatan pasar. Dia meminta instansi terkait mencari solusi kasus pungli yang diduga dilakukan lurah pasar itu. “Kami juga butuh uang untuk menambah barang dagangan. Para pedagang juga butuh biaya operasional setiap hari,” kata dia.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Sukoharjo, Sutarmo, telah menyelidiki kasus dugaan pungli itu. Praktik pungli yang diduga dilakukan BS terjadi sejak para pedagang menempati bangunan baru pasar. Kini, BS ditempatkan di kantor Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM untuk dibina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya