SOLOPOS.COM - Tugu ucapan selamat datang menyambut di dekat Terminal Giri Adipura, Selogiri, Wonogiri. Foto diambil belum lama ini. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com Stories

Solopos.com, BOYOLALI — Wilayah Kabupaten Wonogiri yang berada di sisi selatan Soloraya memiliki potensi yang sangat besar dan beragam serta banyak yang belum tereksplorasi. Bahkan, saking besarnya potensi tersebut, Wonogiri diibaratkan raksasa yang tertidur.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Wonogiri ini bisa dikatakan raksasa yang tertidur. Jadi banyak sebenarnya potensinya, tidak hanya wisata, tapi pertanian, pertambangan, dan lain sebagainya,” ungkap Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton A Setyawan, saat diwawancarai Solopos.com, Jumat (12/5/2023).

Apa yang dikatakan Anton tidaklah berlebihan. Wonogiri memang memiliki potensi yang besar dan beragam. Di sisi selatan, tepatnya di pesisir Paranggupito yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, ada sederet pantai yang indah dan eksotis.

Jika pantai-pantai itu digarap serius dengan dukungan maksimal dari berbagai pihak baik pemerintah maupun investor, diyakini bakal berkembang menjadi objek wisata yang tak kalah menarik dibanding Pacitan, Yogyakarta, bahkan Bali.

Kemudian ada potensi pertambangan. Berdasarkan catatan Solopos.com, dari data potensi bahan galian logam dan nonlogam dalam Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah atau LPPD 2018, potensi batu gamping Wonogiri diperkirakan mencapai 3,599 miliar meter kubik atau m3 (di data tertera 3.599 juta m3).

Jumlah itu tersebar di lahan seluas 4.130 hektare di Tirtomoyo, Eromoko, Giritontro, Giriwoyo, Paranggupito, Baturetno, Batuwarno, dan Puhpelem. Tambang batu gamping itu dibutuhkan untuk produksi semen.

Untuk batu gamping Wonogiri, Gubernur Jateng mematok harga Rp50.000 per m3 khusus batu gamping untuk bangunan. Sedangkan batu gamping untuk bahan baku semen dihargai Rp70.000 per m3.

potensi wonogiri
Ilustrasi batu gamping (Istimewa/Shopee)

Hitungan sederhananya, batu gamping Wonogiri bisa bernilai Rp179,9 triliun (pembulatan jadi Rp180 triliun) jika menggunakan standar harga batu gamping untuk bahan bangunan. Sementara jika menggunakan standar harga untuk pembuatan semen, seluruh batu gamping di Wonogiri bisa bernilai Rp251,9 triliun (pembulatan Rp252 triliun).

Cadangan Emas Melimpah

Masih dari potensi pertambangan, Wonogiri juga memiliki cadangan emas melimpah. Berdasarkan hasil penelitian Pemkab Wonogiri bersama Badan Survei Geologi Bandung pada 2017, total kandungan emas di Wonogiri mencapai 1,5 juta ton.

Kandungan emas itu tersebar di Selogiri, Jatiroto, dan Karangtengah. Potensi emas itu masih ditambang tambang mineral logam lainnya seperti tembaga, seng, timbal, dan mangan.

Potensi pertanian Wonogiri juga tak boleh dipandang remeh. Tak hanya pertanian basah seperti padi, tapi juga hortikultura yang jika digarap serius bisa menghasilkan cuan bagi petani dan meningkatkan pendapatan regional domestik bruto (PDRB). Saat ini sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar PDRB Wonogiri yakni mencapai 30%.

Dengan berbagai potensi yang sebagian besar belum terkelola itu, tak mengheran jika Anton mengatakan Wonogiri ibarat raksasa yang tertidur. Ia pun menilai sudah semestinya pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan berbagai potensi di Wonogiri.

Ia mengatakan pengembangan pariwisata bisa menjadi langkah awal untuk menarik orang datang ke Wonogiri. “Saya kira tepat untuk mengembangkan wisata dulu sebagai daya tarik ,” jelasnya.

Ketika kawasan wisata telah tertata, Anton melanjutkan perkembangan sektor ekonomi rakyat dapat mengikuti. Misalnya pantai selatan Wonogiri yang punya potensi menjadi kawasan objek wisata. Bahkan, ketika konektivitas atau keterhubungan geografis pantai-pantai di Wonogiri bagian selatan dapat terhubung, Anton meyakini Wonogiri punya potensi lebih beasr dibanding Yogyakarta.

bukit tambang emas wonogiri potensi
Perbukitan di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Wonogiri yang akan dieksploitasi PT Alexis Perdana Mineral (APM), Senin (2/6/2018). (Solopos/Mariyana Ricky P.D.)

Selain keterhubungan geografis, diperlukan dukungan kawasan industri kecil menengah (IKM) seperti pembuatan suvenir. Anton mengusulkan suvenir bisa bertemakan jamu tradisional sesuai khas Wonogiri.

Konektivitas Wisata Soloraya

“Nah, suvenir bisa dijadikan untuk mendukung destinasi wisata pantai. Hanya tantangannya memang dari sisi geografis, Wonogiri kan kawasan pegunungan dan kapur. Untuk membangun infrastruktur bisa jadi butuh biaya yang lebih banyak,” ujar dia.

Belum nanti kebutuhan untuk pantai ketika jadi kawasan seperti jaringan listrik, air bersih, dan sebagainya. Ia mendorong Pemkab Wonogiri untuk menjual konsep ke pemerintah pusat agar bisa mendapatkan dana untuk pengembangan kawasan wisata pantai di Wonogiri.

Selanjutnya, ia menyarankan pemerintah antarkabupaten atau kota dapat menghilangkan ego sektoral. Ia membayangkan konsep kawasan pantai Wonogiri dapat menjadi sebuah klaster wisata yang nantinya dapat didukung dari daerah lain.

Semisal mengintegrasikan kawasan wisata di tujuh kabupaten kota di Soloraya dapat saling mendukung wisata di masing-masing daerah. Hal tersebut akan menjadi kekuatan luar biasa untuk saling dukung antarkabupaten atau kota di Soloraya.

“Jadi misal Soloraya sudah punya komplet, misal nanti wisata pantai di Wonogiri. Craft di Sukoharjo, kepurbakalaan di Sragen, wisata pegunungan dan pendukungnya ada di Karanganyar, termasuk agrowisata, dan lain-lain,” jelas dia.

Bupati Wonogiri Joko Sutopo pada beberapa kesempatan pun mengakui besarnya potensi Wonogiri yang belum dikelola, mulai dari pertambangan di kawasan selatan, wisata, hingga pertanian.

potensi wonogiri
Lahan pertanian di Jendi, Selogiri, Wonogiri. Sektor pertanian masih memberi kontribusi terbesar pada PDRB Wonogiri. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Pengembangan Kawasan Industri

Pemkab pun sudah berkomitmen untuk memanfaatkan berbagai potensi tersebut untuk peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat seperti tertuang dalam Perda tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) 2020-2040 yang disahkan pada 2020 lalu.

Begitu juga Perda tentang Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) 2022-2042. Lewat perda-perda tersebut, Pemkab berupaya melakukan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah kecamatan sesuai potensi masing-masing.



Misalnya wilayah Wonogiri timur dimaksimalkan untuk pengembangan pertanian produktif dan potensi-potensi lokal lainnya. Pertanian di Wonogiri timur didorong menjadi untuk menjadi pertanian organik dan saat ini sudah mulai berjalan.

Kemudian kawasan industri ditetapkan seluas 4.833 hektare (ha) yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan Kabupaten Wonogiri. Tetapi untuk industri besar hanya boleh didirikan di sembilan kecamatan, yaitu Selogiri, Wonogiri, Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro, Giritontro, Giriwoyo, Ngadirojo, dan Sidoharjo.

Wilayah lain hanya boleh untuk industri kecil hingga hingga menengah. Pracimantoro menjadi wilayah terluas untuk dibangun indsustri besar, yaitu 1.688 ha, disusul Wonogiri seluas 758 ha, dan Giriwoyo seluas 615 ha.

Pemkab Wonogiri membuka pintu selebar-lebarnya bagi investor untuk menanamkan investasi dengan menggarap berbagai potensi yang beragam dan melimpah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya