SOLOPOS.COM - Seruan mencegah pernikahan anak. (Antaranews.com)

Solopos.com, SOLO — Target zero stunting atau Solo bebas stunting 2024 yang disampaikan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menemui tantangan berat salah satunya pengajuan ratusan dispensasi pernikahan anak pada tahun lalu.

Data rekapitulasi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Kota Solo pada 2022 terdapat 101 anak yang mengajukan dispensasi menikah.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Itu rekap data 2022. Dari pengajuan rekomendasi dispensasi perkawinan usia anak,” kata Kepala DP3AP2 Solo, Purwanti kepada Solopos.com, belum lama ini.

Dari data tersebut, terdapat beberapa alasan kenapa mengajukan dispensasi nikah. Diantaranya 75 orang mengajukan nikah dini karena sudah terlanjur hamil, lalu enam orang beralasan anak sudah lahir, dan 20 lainnya mengaku sudah siap menikah. 

“Ini menjadi tantangan untuk zero stunting di Kota Solo,” lanjut Purwanti.

Pernikahan dini bisa menjadi faktor penyebab stunting terjadi. Hal ini lantaran risiko stunting dimulai dari sejak hamil sampai anak usia dua tahun atau seribu hari pertama kehidupan. Maka, peran orang tua untuk memberikan asupan gizi terbaik menjadi sangat penting.

“Kalau kehamilannya tidak direncanakan, akan berpengaruh terhadap perkembangan janin. Karena calon ibu biasanya kurang memperhatikan asupan gizi dan kasih sayang.  Dari sisi organ reproduksi, hamil pada usia kurang dari 19 tahun juga belum siap,” kata dia.

Purwanti mengaku sudah melakukan upaya untuk menangani resiko stunting pada kasus pernikahan dini. Pertama, melakukan upaya spesifik meliputi konsultasi dan pendampingan kepada semua calon orang tua. 

Tujuannya memastikan status kesehatannya baik, dari sisi HB, lingkar lengan atas, index masa tubuh, imunisasi, dan lainnya.  Lalu pendampingan ibu hamil, ini untuk memastikan  mendapatkan pelayanan kesehatan minimal enam kali dan dua kali diperiksa oleh dokter dengan pemeriksaan USG,” kata dia. 

Pihaknya juga melakukan pendampingan pada balita, khususnya kepada anak di bawah dua tahun untuk memastikan tumbuh kembang dan status imunisasinya berjalan baik. 

“Lalu yang tidak kalah penting, penyediaan menu bergizi bagi keluarga risiko stunting  dengan konsep Dahsat [dapur sehat atasi stunting] menggandeng CSR [Corporate Social Responsibility] sebagai ‘bapak asuh anak stunting’,” lanjut dia.

Dia juga melakukan upaya lain di luar pola asuh, yakni melalui pemenuhan kebutuhan sanitasi dasar meliputi rumah layak huni, air bersih, dan MCK memenuhi syarat kesehatan. 

“Terakhir, yang jauh lebih penting memberikan edukasi secara masif tentang pola asuh, pola asih, dan pola asah anak bagi keluarga dan calon manten,” lanjut dia.

Sebagai informasi, stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak.

Stunting bisa menjadi masalah terhadap perkembangan anak di sekolah. Lebih jauh lagi, juga bisa menyebabkan kualitas lulusan sekolah menjadi buruk.

Hal ini lantaran, menurut WHO, stunting dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan kognitif atau kecerdasan, motorik, dan kemampuan verbal anak. 

Padahal, perkembangan kognitif merupakan aspek yang berfokus pada keterampilan berpikir, termasuk belajar, pemecahan masalah, rasional, dan mengingat. Jika hal itu terhambat, akan berpengaruh terhadap proses belajar anak di sekolah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya