Soloraya
Rabu, 7 Maret 2018 - 00:35 WIB

Regulasi Berubah-Ubah Bikin Pencairan APB Desa Klaten Molor

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (pedulisehati.com)

Pencairan ABP Desa di Klaten untuk pembayaran gaji perangkat desa maupun proyek fisik molor.

Solopos.com, KLATEN — Regulasi soal Anggaran Pendapatan dan Belanda (APB) Desa yang berubah-ubah memaksa pemerintah desa (pemdes) di wilayah Klaten melakukan sejumlah revisi. Akibatnya, pencairan dana desa dan alokasi dana desa untuk berbagai keperluan molor dari jadwal.

Advertisement

Sekretaris Desa Melikan Kecamatan Wedi, Sukanta, mengatakan APB Desa Melikan sudah diajukan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes). Namun, ada perubahan aturan pemerintah desa harus mengalokasikan pembangunan fisik secara padat karya.

Pemdes pun terpaksa mengubah Rencana Anggaran Belanja (RAB) sejumlah proyek infrastruktur dengan mengalokasikan dana sekitar 30 persen untuk gaji pekerja. “Pekan lalu kami sudah ajukan ke Dispermasdes. Tapi kami harus revisi lagi RAB karena ada aturan yang mewajibkan beberapa proyek dilakukan secara padat karya. Ada juga beberapa perubahan lain soal kewenangan desa,” ujar dia saat dihubungi Solopos.com, Selasa (6/3/2018).

Baca juga:

Advertisement

Sukanta berharap revisi bisa selesai pekan ini dan dana desa dari pemerintah pusat serta alokasi dana desa dari Pemkab Klaten bisa segera dicairkan. Akibat keterlambatan pencairan itu, perangkat desa dan kepala desa belum mendapat gaji periode Januari hingga Maret.

Kendati demikian, hal itu tidak menghambat pelayanan Pemdes kepada masyarakat. “Ya ini mungkin perangkat dan kepala desa harus bersabar dulu. Semoga bisa lekas cair dan segera merealisasikan program,” ujar dia.

Keterlambatan pencairan dana desa dan alokasi dana desa juga dialami Pemerintah Desa Mlese, Kecamatan Ceper. Kepala Desa Mlese, Hari Wibawa, mengatakan keterlambatan itu disebabkan input data APB Desa ke dalam sistem keuangan desa (Siskeudes) belum selesai.

Advertisement

Hal itu karena jumlah operator input data ke Siskeudes terbatas. “Kami bahkan ini sudah menambah THL [tenaga harian lepas] untuk menyelesaikan input. Tapi, THL-nya satu belum masuk,” ujar dia.

Hari menerangkan perubahan aturan wajib padat karya dalam sejumlah proyek juga ikut menyumbang keterlambatan. Namun, ia mengkritik penggunaan model padat karya dalam pembangunan infrastruktur di desa mengakibatkan pengerjaan bangunan tak maksimal.

“Karena padat karya, masyarakat jadi seenaknya melaksanakan proyek. Beberapa proyek saya gunakan model pemberdayaan masyarakatnya menggunakan sistem borongan,” terang Hari.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif