Soloraya
Sabtu, 13 Juli 2013 - 21:05 WIB

REHAB RAWA JOMBOR : Pengerukan Sedimentasi Justru Rugikan Warung Apung

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Backhoe bekerja mengeruk sedimentasi di Rawa Jombor Klaten (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Backhoe bekerja mengeruk sedimentasi di Rawa Jombor Klaten (Moh Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN — Kalangan pengelola warung apung di kompleks Rawa Jombor merasa dirugikan akibat menyusutnya debit air akibat proyek revitalisasi salah satu objek wisata di Klaten ini.

Advertisement

Pengamatan Solopos.com di lokasi, Sabtu (13/7/2013), sejumlah backhoe dikerahkan untuk mengeruk sedimentasi Rawa Jombor di sebelah barat. Sejumlah truk mengangkut sedimentasi tersebut lalu meletakkan pada lahan kosong di sebelah barat rawa yang berlokasi di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat ini.

Proses pengerukan sedimentasi Rawa Jombor tersebut dikeluhkan kalangan pengelola warung apung yang berada di sebelah utara. “Sejak pengerukan sedimentasi dimulai, air rawa surut tajam. Sebelumnya kedalaman air mencapai 3-4 meter, namun sekarang tinggal 1,5-2 meter saja,” ujar Mukhsin, 35, karyawan warung apung Barokah saat ditemui di sela-sela kesibukannya.

Advertisement

Proses pengerukan sedimentasi Rawa Jombor tersebut dikeluhkan kalangan pengelola warung apung yang berada di sebelah utara. “Sejak pengerukan sedimentasi dimulai, air rawa surut tajam. Sebelumnya kedalaman air mencapai 3-4 meter, namun sekarang tinggal 1,5-2 meter saja,” ujar Mukhsin, 35, karyawan warung apung Barokah saat ditemui di sela-sela kesibukannya.

Surutnya air rawa, sambung Mukhsin, membuat upaya mengangkut pengunjung ke tengah rawa menggunakan perahu gethek menjadi terganggu. Perahu sulit berjalan karena terganggu lumpur di dasar rawa.

“Kalau sudah begitu, kita tak bisa mengangkut pengunjung dalam jumlah banyak. Misal dulu kita biasa mengangkut 15 pengunjung dalam sekali, namun sekarang harus dua kali sehingga boros tenaga,” ujarnya.

Advertisement

“Khusus ikan gurameh memang kita datangkan dari Blitar. Kalau tidak rutin disiram dengan air pam, ikan-ikan itu mudah mati. Kalau air rawa menyusut, suhunya menjadi lebih panas karena banyak lumut di dalamnya. Jadi wajar jika banyak ikan yang mati,” tambahnya.

Mukhsin menambahkan surutnya air juga menimbulkan kesan kumuh di lingkungan warung apung. Hal itu berdampak pada penurunan jumlah pengunjung.

“Dulu air rawa itu bersih dan banyak ikan yang bisa dilihat dari atas. Sekarang airnya keruh, endapan juga terlihat jelas sehingga terkesan kumuh,” paparnya.

Advertisement

Hal senada juga disampaikan pengelola warung apung Rama Resto, Peni Widayanti. Menurutnya, surutnya air rawa membuat perkembangbiakan ikan kurang maksimal. “Kami hanya bisa memanen ikan yang ukurannya kecil-kecil karena debit air kurang,” paparnya.

Tidak hanya itu, surutnya air juga membuat drum penahan warung tetap mengapung menjadi mudah bocor.

“Kalau air penuh, satu drum bisa bertahan hingga setahun lamanya. Kalau air surut, drum menjadi mudah bocor kendati belum genap setahun sejak digunakan,” tambahnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif