Soloraya
Selasa, 26 November 2013 - 12:15 WIB

REHAB RTLH KARANGANYAR : Penerima Meninggal dan Sakit Jiwa, Dana RTLH Dikembalikan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi RTLH ambruk (Istimewa)

Solopos.com, KARANGANYAR — Dana untuk rehab rumah tidak layak huni (RTLH) yang seharusnya diberikan untuk dua warga Desa Gawanan, Kecamatan Colomadu, Karanganyar, terpaksa dikembalikan ke kas daerah Karanganyar. Penyebabnya, salah satu penerima dana RTLH itu telah meninggal dunia dan lainnya sakit jiwa.

“Dana itu memang harus dikembalikan karena tidak boleh diwakilkan ke orang lain,” ujar Camat Colomadu, Karanganyar, Joko Budi Utomo ketika dihubungi Solopos.com melalui telepon selulernya, Senin (25/11/2013).

Advertisement

Seperti diberitakan sebelumnya, dua penerima dana rumah tidak layak huni (RTLH) di Kecamatan Colomadu terpaksa dicoret dari daftar. Karena mereka dinilai tidak memenuhi syarat.

“Dua warga yang tidak memenuhi syarat karena satu warga mengalami gangguan jiwa dan satu lagi tidak diberikan karena meninggal dunia,” ujar Camat Colomadu, Joko Budi Utomo ketika ditemui wartawan di ruang kerjaya, Sabtu (2/11/2013).

Secara terpisah Kepala Desa Gawanan, Murdiyanto menambahkan dua waganya yang tak bisa menerima dana RTLH masing-masing, Mitro Pawiro dan Sartono. Mitro tak bisa menerima dana itu karena sepekan menjelang pengesahan data meninggal dunia.

Advertisement

Sedangkan Sartono yang telanjur didaftarkan ternyata tidak bisa tanda tangan, karena sakit jiwa dan tak tentu rimbanya. Akibatnya, petugas kesulitan mencari tanda tanga atau cap tiga jari Sartono untuk pegesahan.

Sebenarnya, papar dia, pihaknya sudah menghubungi pihak yang berwenang agar mendapat pengesahan yang bersangkutan. “Tetapi ketika hari terakhir ditunggu sejak pagi sampai sore, Sartono tidak pulang ke rumah, petugas akhirnya pulang,” ungkap Murdiyanto.

Selain itu, dia mengakui beberapa hari lalu ketika terjadi letusan Gunung Merapi, pembagunan RTLH mengalami hambatan. Penyebabnya, material bangunan seperti pasir dan batu terlambat hingga beberapa hari.

Advertisement

Ketika itu, truk yang biasa memasok pasir dan batu tidak bisa memberi, sebab ketika itu mereka dilarang mendekat ke lokasi penambangan pasir dan batu di lereng Merapi. Kondisi ini mengakibatkan pembangunan menjadi tersendat.

Kendati demikian dia menyatakan saat ini pembangunan berjalan normal kembali. Mayoritas warganya sudah menjalankan pembangunan antara 70 persen sampai 80 persen.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif