SOLOPOS.COM - JUDICIAL REVIEW-Sejumlah anggota Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tengah mendaftarkan gugatan judicial review di pengadilan negeri (PN) Boyolali, Jumat (4/5/2012). Pendaftaran gugatan ini terkait uji materi Perda no 6/2011 tentang penetapan perubahan status Desa Mojosongo dan Desa Kemiri menjadi kelurahan. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

JUDICIAL REVIEW-Sejumlah anggota Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tengah mendaftarkan gugatan judicial review di pengadilan negeri (PN) Boyolali, Jumat (4/5/2012). Pendaftaran gugatan ini terkait uji materi Perda no 6/2011 tentang penetapan perubahan status Desa Mojosongo dan Desa Kemiri menjadi kelurahan. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

BOYOLALI--Sebanyak 19 orang warga Kemiri, Kecamatan Mojosongo mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung terkait Perda Pemkab Boyolali no 6 tahun 2011. Perda ini mengatur tentang penetapan perubahan status Desa Kemiri dan Desa Mojosongo  menjadi Kelurahan Mojosongo dan Kelurahan Kemiri. Gugatan ini diajukan di pengadilan negeri (PN) Boyolali, Jumat (4/5/2012).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Perubahan status tersebut dinilai telah merugikan masyarakat yang telah kehilangan hak hak ekonomis dan politis. Gugatan secara resmi kami daftarkan atas nama 19 warga Kemiri, Mojosongo,” papar Koordinator Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) selaku kuasa hukum ke 19 warga, Badruzzaman saat ditemui wartawan di sela pendaftaran gugatan, Jumat (4/5).

Badruzzaman mengatakan objek gugatan tersebut adalah Perda no 6/2011.  Dikatakan, warga menilai ada banyak kejanggalan terkait proses pembuatan Perda tersebut. Antara lain, adanya tanda tangan palsu serta tidak adanya sosialisasi latar belakang perubahan status perubahan Desa Mojosongo dan Desa Kemiri menjadi kelurahan.

Dijelaskan, akibat adanya Perda ini warga merasa dirugikan. Pasalnya, mereka kehilangan hak-hak demokratisasi karena sudah tidak ada pemilihan kepala desa (Pilkades) dan pemilihan perangkat desa (Perdes) lagi.

“Di samping itu, pelayanan terhadap masyarakat juga hilang tidak berlaku selama 24 jam tetapi hanya sesuai jam kerja PNS. Ditambah lagi, beban masyarakat meningkat karena Pajak Bumi dan Bangunan  menjadi lebih tinggi serta hilangnyan tanah kas atau bengkok desa,” tambahnya.

Sejumlah nama-nama warga yang mengajukan gugatan ini antara lain Purwanto, warga Tempurejo RT 002 RW 005, Sriyanto, warga Banjarsari RT 003 RW 001 dan Suyoto, warga Tempurejo RT 003 RW 013, Kemiri, Mojosongo.

Disebutkan, setelah Perda tersebut diberlakukan, Pemkab Boyolali mulai membangun kompleks perkantoran yang menempati menempati sebagian tanah kas Kemiri. Komplek perkantoran itu diperkirakan menelan dana Rp142miliar dana APBD Kabupaten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya