SOLOPOS.COM - Sebuah rumah warga bantaran Sungai bengawan Solo yang sudah dibongkar dalam rangka program relokasi terlihat beberapa waktu lalu. Sejumlah warga yang masih belum direlokasi mempertanyakan kejelasan realisasi program dari Pemkot Solo. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Sebuah rumah warga bantaran Sungai bengawan Solo yang sudah dibongkar dalam rangka program relokasi terlihat beberapa waktu lalu. Sejumlah warga yang masih belum direlokasi mempertanyakan kejelasan realisasi program dari Pemkot Solo. (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO – Sejumlah warga penghuni kawasan bantaran Sungai Bengawan Solo (SBS) di wilayah Sangkrah, Pasar Kliwon, Solo, mempertanyakan realisasi program relokasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Mereka meminta kejelasan waktu atas pelaksanaan program tersebut, menyusul adanya sosialisasi oleh Pemkot yang dinilai justru membuat warga bantaran resah.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Persoalan relokasi tersebut, diungkapkan anggota DPRD Kota Solo dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), Reny Widyawati, mengemuka dalam reses yang digelarnya di wilayah Sangkrah, belum lama ini. Reny menuturkan melalui reses itu, warga penghuni bantaran SBS yang memiliki sertifikat hak milik (HM) menyampaikan mereka siap direlokasi. Bahkan mereka mendesak agar Pemkot segera merealisasikan program itu.

Reny menambahkan, dari keterangan warga, saat digelar sosialisasi tentang relokasi oleh Pemkot beberapa waktu lalu, pejabat terkait yang menyampaikan penjelasan belum mengarah pada kepastian realisasi program itu. “Apalagi dalam sosialisi itu disampaikan bahwa warga yang menolak direlokasi akan dikenai sanksi-sanksi seperti denda senilai Rp1 miliar atau kurungan 9 tahun. Sehingga warga malah jadi takut. Padahal mereka sebenarnya mau. Hanya butuh kepastian waktu dan tempat setelah mereka direlokasi,” terangnya, Kamis (19/7/2012).

Reny berharap Pemkot bersikap tegas dalam proses relokasi itu. Sebab masih mengambangnya realisasi program relokasi bagi warga pemilik sertifikat HM tersebut secara tidak langsung juga merugikan warga. Reny mengatakan warga menjadi ragu jika akan merenovasi rumahnya yang rusak akibat terkena banjir beberapa waktu lalu, namun di sisi lain, mereka tidak mengetahui pasti realisasi program itu. “Ya termasuk saat mengajukan permohonan sejumlah layanan, misalnya mau mecah KK [kartu keluarga] atau pasang listrik dan sebagainya, mereka ditolak. Itu tentu sangat merugikan mereka,” tegasnya.

Sementara warga Sangkrah, Murdo S, saat dimintai konfirmasi, membenarkan pihaknya pernah mengikuti sosialisasi tentang program relokasi yang diadakan oleh Pemkot. “Sosialisasi tentang rencana relokasi warga bantaran pemilik sertifikat HM sudah, tapi saat itu belum sampai membahas nilai ganti rugi yang akan diberikan kepada warga,” terangnya.

Pada dasarnya, Murdo mengatakan warga siap untuk direlokasi dari kawasan bantaran SBS. Namun Murdo mengaku heran saat sosialisasi tersebut, disampaikan sanksi yang berat kepada warga yang tidak mau direlokasi. “Yang jadi pertanyaan kami, mengapa kepada warga yang tinggal di tanah negara tidak ada sanksi apa-apa, tapi justru untuk pemilik sertifikat HM kok sanksinya sangat keras,” katanya.

Terkait rencana relokasi itu juga, Murdo menambahkan pihaknya berharap realisasi oleh Pemkot dapat dilaksanakan seperti halnya relokasi pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Notoharjo. “Harapan kami sudah jelas waktu dan lokasinya, rumahnya juga siap. Jadi warga tinggal terima kunci,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya