Soloraya
Kamis, 6 Oktober 2011 - 06:08 WIB

Rembesan air pun jadi sangat berharga saat saluran Dam Colo ditutup

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - BENDUNG AIR--Sejumlah petani membendung sisa-sisa air di salah satu titik di saluran Colo Timur di wilayah Desa Mulur Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Rabu (5/10/2011). Hal ini dilakukan agar air tetap bisa disedot dengan pompa untuk mengairi lahan tanaman mereka. (JIBI/SOLOPOS/Triyono)

(Solopos.com) – Sudah pukul 11.15 WIB. Terik matahari pun terasa kian menyengat. Namun di salah satu petak sawah di Desa Mulur, Bendosari, Suparmo, 63, Rabu (5/10/2011), tetap sibuk bekerja. Berbekal cangkul, bapak lima anak yang mulai memasuki usia lanjut itu kian asyik mengaduk tanah di sawah yang dikelolanya. Baru beberapa hari lalu panen, Suparmo kini mempersiapkan penanaman berikutnya.

BENDUNG AIR--Sejumlah petani membendung sisa-sisa air di salah satu titik di saluran Colo Timur di wilayah Desa Mulur Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Rabu (5/10/2011). Hal ini dilakukan agar air tetap bisa disedot dengan pompa untuk mengairi lahan tanaman mereka. (JIBI/SOLOPOS/Triyono)

Advertisement
“Petani di sini beruntung. Kami tetap bisa menanam meskipun air dari saluran Colo dimatikan. Paling tidak ada rembesan air dari Waduk Mulur yang bisa dimanfaatkan,” ungkap Suparmo yang juga warga Dukuh Balerejo Desa Mulur, Bendosari, ditemui Espos. Namun kemudahan bercocok tanam akibat keberadaan Waduk Mulur tak membuat Suparmo sepenuhnya gembira. Rasa empati kepada petani lain di luar desanya membuat dirinya tidak habis mengerti dengan kebijakan penutupan saluran air Colo Timur dan Colo Barat sejak Senin (3/10/2011). Menurutnya, perbaikan dan pemeliharaan saluran tidak seharusnya diikuti penutupan total saluran.

“Setiap tahun seperti ini untuk perbaikan saluran. Tapi tidak tahu juga yang sebenarnya. Sangat disayangkan karena ribuan petani jadi tak bisa bekerja setelah irigasi dari Colo dimatikan,” keluhnya. Tak hanya Suparmo yang menyayangkan penutupan saluran Colo selama satu bulan penuh dengan alasan kegiatan perbaikan dan pemeliharaan saluran. Petani lain di Dukuh Banjarsari Desa Mulur, Suparmin, juga mengaku bingung dengan pengeringan saluran Colo yang dilakukan setiap tahun selama satu bulan penuh. Namun Karena tidak bisa berbuat apa-apa, dirinya pun memilih pasrah.

Mergi pun kalah kuasa, ajeng pripun malih. Akhire nggih pasrah mawon (Karena kalah kuasa, mau bagaimana lagi. Kami hanya pasrah saja –red),” kata Suparmin ditemui secara terpisah.

Advertisement

Suparmo dan Suparmin berharap ke depan kebijakan pengeringan saluran Colo mempertimbangkan kepentingan petani. Hal itu mengingat saluran irigasi itu memang dibuat untuk menunjang sektor pertanian di Soloraya dan sekitarnya. Menurut keduanya, saat ini adalah peluang petani meraih untung setelah beberapa kali gagal panen, sehingga semestinya diberi kelonggaran.

“Dulu tidak ada air saja petani dicarikan cara agar sawah bisa terjangkau irigasi, sekarang ada airnya justru dimatikan. Seharusnya kan mengakomodasi kepentingan petani. Tapi karena sudah dibuat jadwal pengeringan, nekad menanam ya disalahkan, protes tidak direwes,” tukas Suparmin.

Tidak seperti Suparmo, Suparmin baru menyelesaikan penanaman sekitar tiga hari lalu. Saat kebutuhan air irigasi meningkat, saluran Colo kini justru ditutup. Untuk memenuhi kebutuhan air tanamannya, kemarin, Suparmin mulai menggunakan pompa untuk menyedot sisa-sisa air di saluran Colo yang lebih dulu ditampung dengan membuat pematang melintang di tengah saluran.

Advertisement

Triyono

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif