SOLOPOS.COM - Penggaluh upacara, Lawu Warta (memegang gunungan), memimpin jalannya ritual Ngunduh Berkahing Gusti di Segawoh, Karangwungu, Karangdowo, Sabtu (4/1/2014). Ritual itu sebagai penanda datangnya panen padi dan mengajak masyarakat untuk menyayangi alam. (Shoqib A/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN — Ritual panen digelar di Karangdowo Klaten. Hamparan sawah nan luas terlihat di Segawoh, Karangwungu, Karangdowo, Sabtu (4/1/2014). Matahari terasa bersahabat dengan sinarnya yang begitu terasa hangat.
Sementara, semilir angin terasa menyejukkan saat berteduh di bawah pohon yang rindang. Langit begitu cerah dan burung-burung pun beterbangan. Tidak berselang lama kemudian, terlihat iring-iringan puluhan warga dengan membawa berbagai aneka makanan dan sesaji. Di barisan paling depan, tampak seorang pria dengan mengenakan pakaian berwarna putih dengan membawa dua buah kayon, semacam gunungan wayang. Pria tersebut adalah Lawu Warta.

Kayon satu yang dia bawa berbentuk gunung wayang berwarna putih bertuliskan aksara Jawa. Kayon itu memiliki arti doa. Sedangkan kayon yang lainnya terbuat dari janur kering sebagai simbol lingkungan yang suci.
Mereka tengah menggelar ritual penanda datangnya panen padi Ngunduh Berkahing Gusti. Ritual itu digelar bersama sekitar 20 orang yang tergabung dalam Kelompok Tani Organik Manunggal Lestari, Karangwungu, Karangdowo.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tiba di lokasi, tujuh tumpeng, dua buah kelapa dan aneka sesajian diletakkan di tempat yang telah disediakan. Kemudian, dengan diiringi tembang mijil tiga orang penari menunjukkan kebolehannya menari bedaya pager bumi.

Kemudian, tujuh pucuk dari tumpeng itu dipotong dan diletakkan di sejumlah tempat di desa tersebut. Setelah itu sejumlah tokoh masyarakat melakukan pemotongan padi secara simbolis sebagai tanda datangnya panen.
Penggaluh ritual, Lawu Warta, mengatakan ritual tersebut bertujuan untuk mensyukuri berkah Tuhan yang diberikan lewat alam. Harapannya, tanaman padi yang ditanam petani pada musim ini bisa panen raya.

“Ritual ini juga memiliki pesan agar masyarakat kembali menggunakan pupuk organik. Sebab, selama ini masih banyak petani yang memilih menggunakan pupuk kimia,” katanya kepada wartawan di lokasi, Sabtu.
Sementara, Ketua Kelompok Tani Organik Manunggal Lestari, Karangwungu, Sukimin, mengatakan saat ini 21 anggotanya sudah mulai menggunakan pupuk organik. Hal itu demi menjaga kesuburan tanah dengan meminimalkan pencemaran. “Ritual ini juga bertujuan untuk nguri-nguri budaya Jawa yang saat ini sudah banyak ditinggalkan generasi muda,” paparnya kepada Solopos.com di lokasi, Sabtu.

Usai ritual panen, warga pun makan bersama di pinggir sawah. Suasana akrab dan santai pun terlihat di antara warga tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya