SOLOPOS.COM - Langse atau kelambu yang akan dipasang sebagai penutup makam Kyai Balak di Desa Mertan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, terlebih dahulu dikirab mengelilingi kompleks makam, Minggu (9/12/2012). (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Langse atau kelambu yang akan dipasang sebagai penutup makam Kyai Balak di Desa Mertan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, terlebih dahulu dikirab mengelilingi kompleks makam, Minggu (9/12/2012). (JIBI/SOLOPOS/Farid Syafrodhi)

Ratusan orang dari berbagai daerah, menyemut di sekitar makam Ki Ageng Balak di Desa Mertan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Minggu (9/12/2012) pagi. Di antara mereka ada yang duduk-duduk di sekeliling bangunan makam. Sementara yang lainnya ada yang berdiri di luar bangunan sambil melongok ke dalam bangunan untuk melihat prosesi Pulung Langse, melalui jendela.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pulung Langse adalah upacara pergantian langse atau kelambu yang menutup makam Ki Ageng Balak, yang digelar setahun sekali saat hari Minggu pada akhir Sura. Upacara tersebut diawali dengan pembukaan kelambu yang lawas oleh juru kunci makam sekitar pukul 07.00 WIB. Kelambu lama itu kemudian dibawa ke Sungai Ranjing yang berlokasi di dekat permakaman, untuk dicuci lalu dikeringkan.

“Kelambu yang lama tidak dibuang, melainkan disobek-sobek untuk diberikan kepada para peziarah yang menginginkan kain itu. Ada panitia tersendiri untuk pembagian kain itu,” ujar juru kunci makam, Heri Purnomo.

Sekitar pukul 09.00 WIB upacara Pulung Langse secara resmi dimulai. Upacara sangat kental dengan adat Jawa. Satu orang bertugas membawa kelambu yang baru. Sedangkan beberapa remaja putri yang berada di dalam gedung makam Ki Ageng Balak, berbaris sambil membawa dupa, bunga aneka warna dan sebagainya. Gunungan yang berisi nasi dan aneka sayuran juga telah dipersiapkan.

Perlahan, rombongan yang membawa sesajen dan gunungan itu keluar dari bangunan permakaman untuk melakukan kirab. Sejumlah pria mengenakan beskap juga membawa payung besar. Kirab dilakukan dengan cara mengelilingi bangunan makan sekali putaran. Ratusan orang telah berdiri di pinggir jalur kirab untuk melihat prosesi kirab.

Beberapa di antara mereka ada yang meminta bunga yang dibawa para putri domas. Rombongan tersebut lalu kembali ke dalam bangunan makam. Gunungan yang baru saja dikirab dan digotong oleh empat orang pria, tiba-tiba jadi rebutan ratusan orang. Mereka berebut nasi, sayuran seperti kacang panjang, terong, wortel, kol dan sebagainya. Bahkan gagang kayu yang digunakan untuk menggotong gunungan itu juga menjadi rebutan bagi ratusan orang. Beberapa orang tua yang tidak mendapatkan gunungan, menjumput sisa-sisa nasi yang dan sayuran yang jatuh di lantai.

Salah satu pengunjung upacara, Anik Handayani, sengaja datang ke makam Ki Ageng Balak untuk mengikuti ritual Pulung Langse. Selain itu, dia juga ikut berebut gunungan dan mendapatkan segenggam nasi dan tiga utas kacang panjang. Anik mempercayai bahwa dengan mendapatkan nasi, maka ia akan mendapatkan keselamatan untuk kehidupannya sekeluarga. Sedangkan kacang panjang, kata dia, menyimbolkan bisa umur yang panjang. “Sudah lima tahun terakhir saya mengikuti Pulung Langse ini,” ujar Anik yang juga warga Semarang Timur, Kota Semarang, itu saat ditemui Solopos.com seusai upacara.

Juru kunci makam, Heri Purnomo, mengatakan Pulung Langse digelar setahun sekali pada hari Minggu terakhir bulan Sura. Menurut Heri, upacara itu hampir sama dengan rasulan, sedekah bumi atau bersih desa, yang digelar di desa lain. Sebagian besar pengunjung ritual itu yakni orang-orang yang berasal dari daerah pantai utara (Pantura).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya