SOLOPOS.COM - Ritual penyatuan tujuh mata air atau temu tujuh tirta di Lodjie Soko Giri, Desa Selo, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Rabu (9/8/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Ada salah satu sumber mata air atau tuk yang dikeramatkan oleh para penduduk di lereng Gunung Merbabu, Desa Selo, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Sumber mata air ini diberi nama Tuk Babon.

Konon tuk babon sudah berusia lebih dari 100 tahun dan menjadi sumber mata air yang menghidupi warga setempat sejak lama. Tokoh masyarakat Desa Selo, Suyitno, menyampaikan Tuk Babon sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Setiap tanggal 14 Safar, di sumber mata air tertua dan terbesar di Desa Selo itu kami adakan ritual Tuk Babon,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com di acara Kirab 1.000 Tumpeng di Desa Selo, Rabu (9/8/2023).

Ia mengungkapkan ritual Tuk Babon dilakukan setiap setahun sekali sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas melimpahnya sumber mata air di Lereng Gunung Merbabu, Selo, Boyolali.

Sumber mata air Tuk Babon dialirkan ke rumah-rumah warga Selo untuk sumber kehidupan dan pertanian. Dalam ritual itu, masyarakat setempat berdoa dan makan bersama makanan yang mereka bawa, terdiri dari tumpeng, jajanan pasar, hasil bumi, daging ayam, dan kambing.

Warga Selo meyakini ritual tersebut dapat membawa sumber mata air Tuk Babon tetap lestari dan jika tidak dilakukan, akan berimbas pada berkurangnya air. “Pernah itu tidak dilakukan semasa Covid-19, habis itu volume airnya semakin kecil,” kata dia.

Setelah itu, warga berusaha mencari sumber mata air hingga ditemukan enam mata air lainnya. Sehingga sekarang total ada tujuh mata air di Lereng Gunung Merbabu, Desa Selo, Boyolali.

Ketujuh mata air itu yakni Tuk Babon di Dusun Selo Wangan, Tuk Punting di Selo Punting, Tuk Domble di Dukuh Gebyok, Tuk Tirto Brojo di Senet, Tuk Jagang di Sepandan Kulon, Tuk Maskumambang di Sepandan Wetan, dan Tuk Sumber di Sepandan Lor.

Kirab 1.000 Tumpeng

“Pada peringatan 100 tahun Desa Selo ini, kami memiliki tujuh mata air, dan diadakan temu tujuh tirta. Temu tujuh tirta ini akan dilaksanakan tiap tahun mulai tahun ini berbarengan kirab dengan 1.000 tumpeng,” kata dia.

Sebelumnya diberitakan, kirab 1.000 tumpeng digelar dengan meriah untuk menandai 100 tahun atau satu abad usia Desa Selo sekaligus menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia. Selain kirab 1.000 tumpeng, dilaksanakan pula temu tirta dari tujuh mata air di Selo.

Sekitar pukul 08.00 WIB, ribuan orang warga Desa Selo berkumpul di lapangan Dukuh Senet. Mereka membawa tumpeng, ogoh-ogoh, patung sapi, pakaian bertani, dan kostum-kostum lain. Tumpeng yang dibawa beraneka ukuran dan isian.

Ada yang berukuran kecil sehingga cukup dibawa satu orang dan ada yang cukup besar sehingga harus ditandu beberapa orang. Isiannya ada yang berupa hasil sayur, ada juga nasi, nasi jagung, ayam ingkung, dan lauk pauk lainnya.

“Kirab dimulai dari lapangan Dukuh Senet menuju Lodjie Soko Giri,” ujar Kades Selo, Andi Sutarno, di sela-sela acara. Ia menjelaskan kirab 1.000 tumpeng menggambarkan rasa syukur dari 1.008 keluarga di Desa Selo.

Andi menjelaskan kirab 1.000 tumpeng baru kali pertama digelar dengan tujuan untuk menyatukan warga agar kebersamaan dan jiwa persatuan semakin kuat. Andi berharap dengan kegiatan ini, kebersamaan warga Desa Selo benar-benar terwujud serta semakin sejahtera dan membangun generasi kreatif.

“Yang wajib dari tumpeng ini adalah hasil sayur. Sebagai wujud rasa syukur masyarakat Selo sekaligus menggambarkan penghidupan masyarakat Selo sebagai petani,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya