SOLOPOS.COM - Pintu gerbang Pasar Bunder, Sragen, dari sisi utara, Sabtu (1/7/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pasar Bunder Sragen merupakan pasar induk di Bumi Sukowati yang buka 24 jam. Pasar yang dihuni 2.390 pedagang ini ternyata sebelumnya merupakan lapangan pacuan kuda yang juga bernama Lapangan Bunder atau bundar.

Setelah tak lagi digunakan untuk pacuan kuda, Lapangan Bunder itu dijadikan lokasi pemekaran Pasar Kota Sragen yang dulu bernama Pasar Gede.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Seorang pedagang Pasar Bunder asal Mojo Kulon, Kelurahan Sragen Kulon, Sragen, Sutanto, 75, mengungkapkan Pasar Gede sempat mengalami masa jayanya di 1966. Di tahun tersebut, ia sudah berjualan bumbu dapur di pasar tersebut. Pada 1970, Pemkab Sragen memekarkan Pasar Gede dengan membangun pasar di Lapangan Bunder.

Pasar Gede dikenal juga dengan sebutan pasar lor karena lokasinya di sebelah utara rel kereta api. Sementara Pasar Bunder dikenal juga dengan sebutan pasar kidul karena berada di sebelah selatan.

Setelah bangunan pasar jadi, pada 1970-an seluruh pedagang sayuran, bumbu dapur, dan pedagang lain di pasar lor direlokasi ke pasar Kidul. “Saya ikut relokasi ke pasar kidul. Di dekat Pasar Bunder juga jadi pasar sepeda. Dalam perkembangannya kemudian dibangun los daging. Sampai sekarang, Pasar Bunder itu sudah dua kali dibangun Pemkab Sragen,” ujarnya saat ditemui Solopos.com di kediamannya, Sabtu (1/7/2023).

Kehadiran Pasar Bunder memberi dampak kurang menyenangkan bagi para pedagang Pasar Teguhan yang berlokasi di sebelah selatan Terminal Lama Sragen. Seiring berjalannya waktu, Pasar Bunder kian ramai pembeli. Kondisi sebaliknya terjadi pada Pasar Teguhan yang kian lama kian sepi.

Eks pedagang Pasar Teguhan, Giyanti, 69, mengungkapkan sebelum adanya Pasar Bunder, Pasar Teguhan ramai. Di pasar tersebut semua jenis dagangan ada, mulai daging sapi, sayuran, bumbu dapur, dan lainnya. Saat itu, sayuran yang dijual Giyanti laris manis.

Namun sejak Pasar Bunder ramai, kata dia, aktivitas ekonomi di Pasar Teguhan berangsur sepi dan ditinggal pedagangnya. Giyanti pun beralih jualan rokok dan minuman saat malam hari. Kondisi itu berlangsung hingga sekarang.

“Saya jualan sudah 38 tahun. Awalnya jualan sayuran. Dulu pedagang Pasar Teguhan komplet, ada yang jualan soto, kembang, sayuran. Sekarang sudah mati pasarnya. Tinggal kios-kios yang dikontrakan. Tanahnya merupakan tanah milik Pemkab Sragen. Saya masih jualan minuman dan rokok saat malam hari di barat lampu merah Teguhan itu hingga sekarang,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya