Soloraya
Senin, 11 Februari 2013 - 17:24 WIB

RSUD Ngipang Rugi Rp7 M per Tahun

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bangunan RSUD Solo di daerah Ngipang, Kadipiro, Solo. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Bangunan RSUD Solo di daerah Ngipang, Kadipiro, Solo. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

SOLO  — Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ngipang, Banjarsari rugi senilai Rp7 miliar lebih per tahun. Direktur RSUD Ngipang Sumartono Kardjo ketika dijumpai wartawan di ruang kerjanya. Senin (11/2/2013), menyebutkan pendapatan RSUD per tahun tidak lebih dari Rp2 miliar. Padahal pengeluaran RSUD untuk operasional dan belanja gaji pegawai mencapai Rp9 miliar. Dengan rincian, Rp6 miliar untuk operasional dan Rp3 miliar belanja gaji pegawai.

Advertisement

“Memang cukup besar nilai yang ditanggung Pemkot. Kami tidak bilang itu rugi, karena memang bukan profit oriented. Namun berbicara tentang kesehatan warga,” ujarnya.

Sumartono mengatakan selama ini dana operasional RSUD masih disubsidi APBD Kota Solo. Menurutnya, subsidi ini tidak bisa dilepas sedikitpun jika RSUD kelak menjadi badan layanan usaha daerah (BLUD) yang kini tengah dalam proses penilaian tim penilai Pemkot Solo.

“Meski nanti menjadi BLUD baik penuh atau tidak, tetap saja Pemkot tidak boleh melepasnya. Tetap ada sokongan dan itu nanti masuk dalam pendapatan,” imbuhnya.

Advertisement

Sejauh ini, Sumartono mengatakan terus mengebut penyelesaian dokumen administrasi persyaratan BLUD. Ditargetkan pada 15 Februari nanti dokumen diserahkan kepada Pemkot. Untuk kemudian, imbuhnya, dinilai tim penilai yang terdiri atas Sekretaris Daerah (Sekda) selaku ketua, Badan Perencanan Pembangunan Daerah (Bappeda), Inspektorat Daerah dan tenaga ahli. Hasil tim ini kemudian diserahkan kepada Walikota untuk selanjutnya ditetapkan menjadi BLUD atau sebaliknya.

Sumartono mengakui penetapan  BLUD mendesak segera direalisasikan. Pihaknya siap mengejar fleksibilitas lanjutan dalam perekrutan tenaga medis maupun nonmedis di RSUD. Selain itu, keuntungan lainnya adalah flesibel budget.

“Seperti pembelian alat medis atau lainnya tanpa perlu menunggu penetapan APBD. Jadi kami bisa beli kapan sajadan terpenting bisa merekrut tenaga baru baik PNS atau non-PNS,” tuturnya.

Advertisement

Sumartono melanjutkan selama ini pelayanan kesehatan yang diberikan kurang maksimal. Keterbatasan tenaga medis maupun paramedis menjadi faktor penting dalam pelayanan kesehatan. Disebutkannya jumlah tenaga medis maupun paramedis jauh dari kata ideal.

Total jumlah tenaga RSUD ada 90 orang. Padahal minimalnya jumlah tenaga medis atau paramedis mencapai 300 orang. Diakuinya, paling miris jumlah tenaga paramedis yang jauh dari kata layak. “Kami hanya punya 16 perawat dan 14 bidan. Padahal jumlah tempat tidur ada 100. Idealnya satu paramedis untuk satu tempat tidur,” terangnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif