SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Rina Iriani SR. (dok Solopos)

Karanganyar (Solopos.com)–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar menilai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Karanganyar, hingga kini masih amburadul. Karena itu, agar RTRW tersebut teratur, perlu ada payung hukum yang jelas.

Bupati Karanganyar, Rina Iriani SR mengakui bahwa beberapa wilayah di Karanganyar yang seharusnya bukan untuk kawasan industri, tapi digunakan untuk kepentingan industri. Dengan diajukannya rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang RTRW, maka diharapkan ke depan kejadian tersebut tidak terulang.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Kami tidak akan memberikan toleransi. Jadi semua wilayah sudah sesuai dengan peruntukannya,” ungkap Rina saat ditemui wartawan usai rapat paripurna DPRD Karangayar dengan agenda penyampaian tujuh Raperda, di Gedung DPRD Karanganyar, Rabu (26/10).

Dalam Raperda RTRW itu, disebutkan kawasan industri skala besar dan menengah berada di Kecamatan Gondangrejo (Desa Karangturi, Plesungan, Wonorejo, Selokaton, Bulurejo, Tuban), Kecamatan Kebakkramat (Desa Kaliwuluh, Kemiri, Pulosari, Macanan), Kecamatan Jaten (Desa Sroyo dan Brujul) dan Kecamatan Tasikmadu (Desa Kaling).

Industri skala menengah di Kecamatan Mojogedang (Desa Kedungjeruk) dan Kecamatan Jumantono (Desa Sukosari, Tugu dan Sedayu).

Sedangkan kawasan pariwisata yakni di Kecamatan Tawangmangu, Ngargoyoso, Jenawi, Matesih, Jumantono dan Karanganyar.

Wakil Ketua DPRD Karanganyar, Rohadi Widodo mengatakan, beberapa pabrik yang didirikan di Karanganyar memang ada yang melanggar aturan. Misalnya, sebut Rohadi, yakni di daerah Dompon, terdapat pabrik penggergajian kayu. Tapi faktanya perusahaan itu memproduksi kayu tripleks.

“Itu sudah jelas-jelas melanggar aturan,” kata politisi dari PKS ini saat ditemui wartawan di ruang kerjanya.

Menurut Rohadi, jika masalah ijin ini ada toleransi yang tertuang dalam Raperda, maka itu boleh saja. Namun bila hal itu tidak tertuang dalam Raperda, maka mau tidak mau industri yang tidak pada tempatnya terpaksa harus hengkang. Pihaknya sendiri belum mengkaji lebih jauh berapa perusahaan yang melanggar RTRW.

Sebetulnya, nilai Rohadi, pengajuan Raperda itu terlambat. Namun DPRD memakluminya karena peraturan dari pemerintah pusat maupun Pemprov Jateng, juga mengalami keterlambatan.

“Imbasnya, pembahasan Raperda pun juga terlambat, sebab harus menunggu peraturan di atasnya dulu,” katanya.

Selain Raperda RTRW, Pemkab juga mengajukan enam Raperda lainnya untuk dibahas. Keenamnya yakni Raperda tentang Retribusi Jasa Usaha, Retribusi jasa Umum, Retribusi Perijinan Tertentu, Izin Gangguan, Perubahan atas Perda No 2/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah dan Raperda Pajak Bumi dan Bangunan.

(fas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya