Soloraya
Rabu, 8 Februari 2012 - 11:26 WIB

RUMAH TAK LAYAK HUNI: Seratusan Rumah di Baluwarti Tak Layak Huni

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi rumah tak layak huni (JIBI/Solopos/Dok)

ILUSTRASI (JIBI/SOLOPOS/Dok)

SOLO–Seratusan lebih rumah di Kelurahan Baluwarti, Pasar Kliwon masuk kategori tak layak huni.  Yang lebih memprihatinkan, kondisi tersebut berlangsung nyaris tanpa penanganan dari Pemkot maupun Keraton Kasunanan Surakarta selaku pemangku wilayah.

Advertisement

Ketua RT 02/ RW XI Lurah Baluwarti, Budi menyebutkan bahwa sejumlah rumah yang tak layak huni tersebut bahkan nyaris roboh.  “Kelihatannya dari luar memang masih banyak rumah mentereng. Namun, kalau masuk ke dalam, akan banyak ditemui rumah-rumah yang sudah nyaris roboh,” ujarnya kepada Espos, Selasa (7/2/2012).

Dalam tiap rapat musyawarah rencana pembangunan kelurahan (Musrenbangkel), jelas Budi, kerap diusulkan agar mereka segera mendapatkan bantuan stimulan rehab rumah tak layak huni (RTLH). Namun, usulan tersebt rupanya tak semudah membalik telapak tangan.  “Ada yang terjadi sentimen antara pemilik rumah dengan penyewa, ada yang tak boleh direhab karena itu cagar budaya. Pokoknya ruwet,” katanya.

Hal senada juga dilontarkan Surahman. Dari masing-masing 38 RT di Kelurahan Baluwarti, rata-rata ada sekitar lima rumah masuk kategori tak layak huni. Namun, persoalan rehab rumah selalu terganjal persoalan.  “Hanya sebagian kecil rumah warga yang memang telah direhab dengan bantuan Pemkot. Namun, sebagian besar masih merana,” ujarnya.

Advertisement

Menyikapi hal itu, Lurah Baluwarti, Didik WA mengaku akan mencoba berkoordinasi dengan Pemkot Solo. Sebab, selama ini belum ada solusi atas kondisi rumah warganya yang masuk kategori tak layak huni tersebut.  “Kami ingin ada solusinya. Kalau dibiarkan terus, bisa-bisa ambruk semua rumah warga,” terangnya.

Menurutnya, persoalan rehab RTLH selama ini terkendala antara Pemkot Solo dengan Keraton Kasunanan Surakarta dalam hal pelaksana rehab. Pemkot menghendaki agar rehab dilakukan oleh Pemkot sendiri karena menyangkut pertanggungjawabannya.

Sementara, Keraton mengghendaki agar dana diberikan kepada Keraton dengan alasan warga tersebut menempati tanah magersari atau tanah sewa keraton. “Nah ini persoalannya. Harusnya kan ada solusi, bukan terhenti di sini,” paparnya.

Advertisement

JIBI/SOLOPOS/Aries Susanto

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif