SOLOPOS.COM - Rumah Tiban di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto disebut sebagai tempat persinggahan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa saat bersembunyi dari kejaran pasukan Belanda. (Solopos.com/ M. Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI – Jamak diketahui petilasan atau pesanggrahan Raden Mas Said banyak tersebar di Kabupaten Wonogiri, salah satunya Rumah Tiban di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto.

Rumah Tiban di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto disebut sebagai tempat persinggahan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa saat bersembunyi dari kejaran pasukan Belanda yang kala itu bersekutu dengan Keraton Yogyakarta.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Rumah Tiban berada di tengah-tengah pemukiman warga Bubakan. Meski jauh dari pusat kota Wonogiri, lokasi pesanggrahan Raden Mas Said itu terbilang mudah dijangkau.

Askes jalan menuju Rumah Tiban pun mudah dilalui. Tempat itu tidak jauh dari gapura masuk Desa Bubakan.

Baca Juga: Mitos Rumah TIban Pangeran Sambernyawa

Juru Kunci Rumah Tiban, Goeman, menerangkan Rumah Tiban merupakan tempat persinggahan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa saat bersembunyi dari kejaran pasukan Belanda yang saat itu bersekutu dengan Keraton Yogyakarta.

Pada saat itu keadaan Desa Bubakan masih hutan belantara. Hanya ada satu orang yang menempati hutan itu, yaitu Mbah Windu. Keberadaan Mbah Windu di tempat tersebut tidak pernah terdeteksi pasukan Belanda.

“Mendapati hal itu, Raden Mas Said turut menetap beberapa saat di gubuk yang ditempati Mbah Windu. Tidak terlalu lama, Raden Mas Said melanjutkan perjalanan untuk melawan Belanda. Dia meyakini, kelak hutan belantara itu akan tumbuh menjadi tempat pemukiman,” kata Goeman saat dijumpai Solopos.com di Rumah Tiban, Sabtu (4/6/2022).

Baca Juga: Pangeran Sambernyawa dan Tradisi Susuk Wangan di Girimanik, Wonogiri

Sebelum Raden Mas Said pergi, dia berpesan kepada Mbah Windu bahwa suatu saat tempat tersebut akan banyak dikunjungi orang.

Mereka akan meminta permohonan dan berdoa di tempat yang berada di selatan Gunung Lawu itu.

Perkataan Raden Mas Said benar. Tempat itu kemudian banyak dikunjungi orang dari berbagai daerah untuk memohon petunjuk dan agar hajatnya terkabul.

Tak jarang mereka melakukan ritual-ritual di dalam Rumah Tiban yang dipercaya dapat mengabulkan permintaan.

Baca Juga: Hari Jadi Wonogiri, Pandawagiri Napak Tilas Jejak Pangeran Sambernyawa

Pada awalnya masyarakat Bubakan tidak ada yang mengetahui tempat itu pernah disinggahi Radem Mas Said.

Masyarakat baru mengetahui hal itu ketika suatu pagi, secara tiba-tiba di tempat tersebut telah terbangun rumah.

Padahal tidak ada seorang pun yang membangun rumah tersebut. Pun malam hari sebelumnya, belum ada bangunan yang sekarang menjadi petilasan itu.

”Itulah mengapa orang-orang menyebut pesanggrahan itu sebagai Rumah Tiban. Sebab rumah itu terbangun secara mendadak. Ujug-ujug sudah terbangun pada pagi harinya,” ucap dia.

Baca Juga: Jadi MN X, Ajaran Luhur Pangeran Sambernyawa Ini Harus Diteladani Bhre

Dia melanjutkan, dahulu petilasan Raden Mas Said yang juga dikenal sebagai Mangkunegara I itu pernah akan direnovasi agar lebih kokoh.

Pada saat itu dinding rumah terbuat dari anyaman bambu dan atapnya dari alang-alang. Tetapi entah mengapa, rumah itu tidak bisa dibangun. Padahal berbagai bahan bangunan telah didatangkan dari Wonogiri.

Goeman tidak menceritakan detail tahun dan alasan rumah itu tidak bisa dibangun.

Baca Juga: Sapta Tirta Karanganyar Ternyata Pertapaan Pangeran Sambernyawa

“Kemudian Pak Sonorejo sebagai juru kunci pada saat itu, bersemedi di Rumah Tiban selama beberapa hari. Pada semedinya, ia bertemu sosok Mbah Windu yang menanyakan apa maksud dirinya bersemedi membanting raga setegah mati,” ungkapnya.



Pak Sonorejo menjawab pertanyaan tersebut. Menurutnya, maksud dari semedi itu merupakan permohonan izin oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk membangun rumah Mbah Windu atau pesanggrahan Raden Mas Said.

Mbah Windu mengizinkan tempatnya dibangun tetapi dengan tiga syarat. Pertama, ketika para pengunjung datang ke Rumah Tiban, mereka harus diperingati agar tidak berlaku zalim.

Baca Juga: Kisah Pangeran Sambernyawa, Saat Kecil Hidupnya Terlunta-lunta

Kedua, atap rumah tetap harus menggunakan alang-alang. Ketiga, harus memperlakukan adil para pengunjung. Semua harus diperlakukan sama.

Keempat, Mbah Windu meminta agar disediakan kemenyan, rokok, candu, dan minyak wangi. Semua pengunjung yang memohon di Rumah Tiban diharuskan menyediakan itu,” ucap dia.

Ketika Solopos.com mengunjungi pesanggrahan itu, atap Rumah Tiban yang terbuat dari alang-alang sudah mulai rusak. Beberapa sudah terlepas dari kaitannya. Alang-alang itu juga tampak menghitam.

Baca Juga: Ahli Strategi Perang, Pangeran Sambernyawa Juga Pencipta Tarian Sakral

“Itu [alang-alang] sudah dua tahun tidak diganti. Bagaimana ya, pemerintah tidak memperhatikan ini. Saya juga tidak meminta. Kalau mereka sadar dan minta tolong saya untuk mengganti [diberikan uang ganti], ya saya ganti,” imbuh dia.

Dia menambahkan, sebelum pandemi Covid-19 Rumah Tiban kerap kali dikunjungi para peziarah. Namun, selama virus Covid-19 mewabah, pengunjung di Rumah Tiban sudah tidak ramai lagi.

Hanya ada beberapa orang yang masih mengunjungi petilasan Mangkunegara I itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya