Soloraya
Kamis, 19 Januari 2023 - 10:28 WIB

Saat Tenaga Ahli P3MD Wonogiri Ingatkan Risiko Penyelewengan di Tingkat Desa

Muhammad Diky Praditia  /  Ponco Suseno  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kepala desa. (Dok Solopos)

Solopos.com, WONOGIRI — Wacana penambahan masa jabatan kades yang semula enam tahun menjadi sembilan tahun dinilai berpotensi meningkatkan penyelewengan kekuasaan di tingkat desa.

Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Wonogiri, Satya Graha, mengatakan salah satu alasan para kades di Wonogiri dan berbagai daerah lain mengusulkan penambahan masa jabatan menjadi sembilan tahun lantaran pemilihan kades (pilkades) kerap terjadi polarisasi masyarakat yang berkepanjangan.

Advertisement

“Harapan mereka dengan masa jabatan diperpanjang menjadi sembilan tahun, bisa meminimalisasi konflik masyarakat setelah ajang pilkades. Dengan begitu, kinerja mereka menjadi maksimal. Harapannya begitu,” kata Satya, kepada Solopos.com, Rabu (18/1/2023) malam.

Masa polarisasi pascapilkades bisa bertahan selama dua tahun. Akibatnya saat awal masa menjabat kinerja para kades tidak bisa langsung optimal.

Mereka masih sibuk merangkul semua masyarakat agar tidak lagi terjadi gesekan sosial yang berkepanjangan.

Advertisement

“Bisa dikatakan, masa efektif mereka bekerja itu ya empat tahun kalau masa jabatan dalam satu periode enam tahun. Oleh karena itu, mereka menganggap kalau masa jabatan sembilan tahun itu waktu yang cukup untuk membangun desa,” ujar dia.

Di sisi lain, lanjut Satya, penambahan masa jabatan menjadi sembilan tahun itu meningkatkan risiko penyelewengan oleh kades. Dia menilai semakin lama suatu kekuasaan dijabat, kecenderungan melakukan penyelewengan juga meningkat.

Oleh sebab itu, publik atau masyarakat desa harus mengontrol berjalannya pemerintahan desa. Masyarakat harus paham dan sadar suatu pemerintahan memerlukan proses pengontrolan.

Advertisement

Sebaliknya, pemerintah desa (pemdes) juga harus berani transparan dalam menjalankan pemerintahan. Misalnya mereka perlu terbuka kepada publik terkait penggunaan anggaran.

“Caranya bisa memanfaatkan forum-forum secara formal seperti rembuk warga atau musyawarah desa untuk menuntut keterbukaan pemdes. Bisa juga mengoptimalkan fungsi BPD [Badan Permusyawaratan Desa],” ucap Satya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif