SOLOPOS.COM - Lima ekor kerbau bule keturunan Kyai Slamet saat mengikuti kirab pusaka peringatan 1 Sura di sepanjang Jl. Jenderal Sudirman, Solo, Rabu (19/7/2023) malam. (Solopos.com/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO–Putra Mahkota Keraton Solo K.G.P.A.A. Hamengkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram memimpin Hajad Dalem Kirab Pusaka Malem 1 Sura Tahun Jimawal 1957 sepanjang kurang lebih 6,5 kilometer yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo), Rabu (19/7/2023) malam.

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tak hadir, namun Hajad Dalem Kirab Pusaka Malem 1 Sura Tahun Jimawal 1957 tetap berlangsung khidmat. Suasana sakral sudah terasa di depan Kori Kamandungan, salah satunya aroma menyan yang sengaja dibakar menyambut kedatangan kerbau bule menuju depan Kori Kamandungan, sebelum dimulainya kirab.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Warga yang antusias sudah berdiri dengan berdesakan sejak pukul 22.00 WIB. Sementara lima ekor kerbau tiba di depan Kori Kamandungan dari Alun-alun Kidul sekitar pukul 23.10 WIB.

Meskipun kirab pusaka dimulai tengah malam, kondisi tepi Jl Jenderal Sudirman Solo sudah banyak dhasaran milik pedagang kaki lima yang menjajakan minuman dan makanan sejak petang. Mereka memanfaatkan momentum itu untuk mendapatkan berkah.

Kondisi semakin ramai ketika semakin larut malam  di rute kirab pusaka. Warga yang menyaksikan kirab pusaka dari berbagai usia mulai dari anak-anak sampai orang lansia. Sejumlah bapak-bapak menggendong buah hatinya di punggung supaya bisa menonton kirab pusaka. Mereka hadir dari berbagai daerah.

Rute kirab adalah Keraton Solo ke utara melalui supit urang lalu Jl. Pakoe Boewono, Gapura Gladag ke utara menuju Jl. Jend. Sudirman, belok ke timur melalui Jl. Mayor Kusmanto, belok ke selatan melalui Jl. Kapten Mulyadi, belok ke barat melalui Jl. Veteran, belok ke utara melalui Jl. Yos Sudarso, belok ke timur melalui Jl. Brigjend Slamet Riyadi, belok ke selatan melalui Jl. Pakoe Boewono, kembali ke Keraton Solo.

Kondisi warga semakin menyemut begitu pintu Kori Kamandungan dibuka. Suara lonceng menggema lalu peserta kirab menyiapkan diri untuk berjalan. Mereka mengenakan pakaian hitam, samir, dan rangkaian kembang yang dikalungkan.

Sebanyak 13 pusaka diarak pada kirab tersebut. Sejumlah peserta juga membawa obor lalu melangkah di belakang lima kerbau bule yang menjadi cucuk lampah atau pengawal kirab pusaka milik Keraton Solo.

Lima kerbau bule keturunan dari kerbau Kyai Slamet berada di barisan terdepan. Kerabat Keraton Solo, Edi Wirabhumi, mengatakan sedianya ada enam ekor kerbau bule yang akan mengikuti kirab pusaka, namun satu ekor kerbau bule melahirkan sehingga lima ekor saja yang terlibat.

Kerbau-kerbau itu berjalan kaki lurus atau sesuai arahan. Maklum, kerbau bule itu sudah mengikuti latihan sebelum kirab pusaka. Sementara itu, warga yang menyaksikan itu berebut janur yang dipasang di Kori Kamandungan.

Janur itu habis menyisakan bambu yang menjadi pengait janur. Beberapa warga juga berebut sisa makanan kerbau bule serta kotorannya.

Salah satu warga dari Tawangmangu, Paiman, 73, datang bersama 10-an orang dari Tawangmangu dengan mobil. Dia berhasil mengambil janur yang diperebutkan puluhan orang setelah peserta kirab mulai berjalan.

Petani dari Tawangmangu itu pasti datang ke Keraton Solo setiap Sura menyaksikan tradisi apabila tidak ada kesibukan lainnya. Ada makna khusus bagi Paiman setiap datang ke Keraton Solo pada malam Sura.

“Sura ini minta seger kewarasan anak cucu, nyuwun ada keselamatan apapun supaya sukses,” kata dia kepada Solopos.com. Menurut dia, janur yang dia dapat akan disimpan.

“Kata orang tua janur dipakai kalau minta berkah kepada Kanjeng Gusti,” paparnya. Selain janur, Paiman akan membawa kotoran atau sisa makanan kerbau bule apabila mendapatkannya supaya mendapatkan berkah. “Supaya orang bertani airnya melimpah,” ungkap dia.

Warga Kota Semarang, Hesti Eko Poerwaningrum, 45, datang menyaksikan kirab bersama keluarganya.  Hajad Dalem Kirab Pusaka Malem 1 Sura Tahun Jimawal 1957 merupakan pengalaman kali pertamanya.

Hesti mengatakan punya keris yang diarak pada kirab pusaka malam itu. Keris itu didapat dari suaminya yang merupakan keturunan dari trah Mataram. Hesti yang merupakan Caleg DPRD Kota Semarang dari Partai Gerindra itu menyimpan janur yang didapat.

“Alhamdulillah diberikan kelancaran. Janur buat keris saya yang ikut arak-arakan,” paparnya.

Makna tradisi malam satu Sura merupakan refleksi diri selama satu tahun terakhir. Malam satu Sura menandai bergantinya tahun sehingga pada lembaran baru ini diharapkan berubahnya sifat  menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Sekitar 5.000 orang peserta kirab memanjatkan doa kepada Tuhan supaya kesalahan pada masa lalu diampuni dan diberikan hidayah. Para peserta kirab berjalan tidak mengobrol, bercanda, namun khidmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya