SOLOPOS.COM - Museum Samanhoedi di Kompleks Kantor Kelurahan, Sondakan, Laweyan, Solo, Kamis (19/5/2022). (Solopos/Siti Nur Azizah)

Solopos.com, SOLO — Oktober menjadi bulan yang penting bagi masyarakat Sondakan, Laweyan, Solo, karena salah satu tokoh pahlawan nasional asal daerah tersebut, Kiai Haji Samanhudi atau Samanhoedi, lahir pada 8 Oktober 1868.

Samanhudi adalah tokoh pendiri organisasi Sarekat Dagang Islam (SI) pada 16 Oktober 1905. Organisasi itu awalnya menjadi wadah bagi para pengusaha batik dan pedagang-pedagang muslim dalam menghadapi persaingan dagang dengan kelompok lain.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

SDI kemudian menjadi organisasi pergerakan Sarekat Islam (SI) yang menentang kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Bahkan, seiring waktu, organisasi itu mulai merambah ke masalah politik dengan pemikiran mempersatukan kaum muslim dan memajukan bumiputra untuk menentang kolonialisme dan imperialisme Belanda

Samanhudi tidak sendiri dalam mendirikan dan menjalankan organisasi pergerakan nasional yang mengantarkannya menjadi pahlawan itu. Bersamanya ada banyak tokoh lain, salah satunya HOS Tjokroaminoto.

pahlawan nasional samanhudi
KH Samanhudi. (Google/ eramuslim.com)

Buku Sarekat Islam Surakarta 1912-1923 yang ditulis Adityawan Suharto mengungkapkan banyak tokoh-tokoh penting di sekitar Samanhudi namun jarang terungkap ke publik. Adityawan menyebut nama Haji Bakri yang merupakan wakil presidennya Samanhudi di Sarekat Islam.

Baca Juga: Mengenang Jejak Samanhoedi, Kirab hingga Ziarah Digelar di Sondakan Solo

“Dulu dalam jabatan SI [Sarekat Islam] itu presidennya Samanhudi, kemudian wakilnya Haji Bakri. Tapi Haji Bakri kurang dikenal secara konteks luas,” kata dia kepada Solopos.com seusai bedah bukunya di Omah Parang Kesit, Sondakan, Laweyan, Solo, Sabtu (16/10/2021).

Nama-nama lain yang ada di lingkaran Samanhudi di Solo, menurut Adityawan, di antaranya Sosro Kurnio (Sekretaris SI dan Redaktur Sarotomo), Parto Wihardjo (Bendahara SI). Kemudian Hisjamzaini (Penasihat SI), Sontohartono, Harso Lumakso, Mochtar Buchori, dan Kusen.

Aktivis Pergerakan

Selain sebagai aktivis pergerakan, sebagian besar dari nama-nama-nama itu adalah wartawan dan pengusaha. Kiai Haji Samanhudi wafat di Klaten pada 28 Desember 1956 di usia 88 tahun. Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo.

Baca Juga: Tokoh-Tokoh Penting dalam Sarekat Islam tetapi Tak Dikenal

Samanhudi ditetapkan sebagai pahlawan nasional lima tahun kemudian, tepatnya pada 9 November 1961. Hal itu berdasarkan Keputusan Presiden No 590 Tahun 1961 tentang Penetapan KH Samanhudi, HOS Tjokroaminoto, Setyabudi, Si Singamangaradja, dan Dr GSSJ Ratulangi Sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Setiap tahun sejak 2012, masyarakat Sondakan, Laweyan, dengan diinisiasi oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat mengadakan serangkaian kegiatan yang dikemas dalam Napak Budaya Samanhoedi (NBS).

Acara tersebut untuk mengenang kiprah tokoh pahlawan nasional tersebut dan mengambil inspirasi darinya. Selain itu juga menjadi daya tarik wisata sejarah. Tahun ini, acara digelar pada Jumat-Sabtu (14-15/10/2022).

Baca Juga: CAGAR BUDAYA SOLO : Rumah Pemberian Soekarno untuk Samanhudi Akan Jadi Museum

Rangkaian kegiatan diadakan mulai dari lomba motif batik, perenungan nilai luhur Samanhudi, kirab, hingga ziarah ke makam tokoh tersebut. Sementara itu, di kompleks kantor Kelurahan Sondakan saat ini sudah ada Museum Samanhudi yang berisi berbagai jenis memorabilia tokoh Islam dan pahlawan nasional tersebut.

Koleksi Museum Samanhudi

Museum tersebut menyimpan puluhan potret dan cerita Samanhudi yang hingga saat itu masih terjaga dengan baik walaupun jarang terjamah masyarakat. Lurah Sondakan, Prasetyo Utomo, saat diwawancarai Solopos.com, Kamis (19/5/2022) lalu, mengatakan museum itu diprakarsai Nina Akbar Tanjung, istri dari politikus Akbar Tanjung.

Museum itu dibuka dan resmi menjadi yayasan pada 2008. Koleksinya terdiri atas literasi, foto, dan catatan Samanhudi semasa hidup. Namun belum ada artefak. Walau begitu, Prasetyo mengatakan museum ini layak untuk dikunjungi para pelajar yang ingin mendalami sejarah dan kegiatan Samanhudi melalui foto dan tulisan.

Baca Juga: Jarang Diperhatikan, Museum Samanhoedi Solo Simpan Aset Berharga Lho

“Catatan sejarah, dokumen, dikembangkan untuk mereka yang mau mengeksplor. Penelitian, pusat studi, mengeksplor Samanhudi, dan kegiatan Laweyan pada masa lampau,” ujarnya.

Prasetyo menambahkan Samanhudi adalah tokoh penting dalam sejarah dan perkembangan Laweyan sebagai pusat industri batik. Ia lah yang menginisiasi penggunaan metode membatik dengan cap. Metode itu mempersingkat waktu pembuatan batik karena semakin lama industri batik dituntut cepat.

“Kalau orang dulu membatik menggunakan canting dan itu mungkin satu bulan baru selesai. Samanhudi tidak, satu hari 30 lembar bisa. Itu masih ada, kami punya beberapa orang sini yang membuat stempel capnya di kampung Premulung, industri rumahan, perajin,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya