SOLOPOS.COM - Ilustrasi demam berdarah. (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, BOYOLALI — Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Boyolali telah mencapai 296 kasus hingga Rabu (5/7/2023). Dari jumlah tersebut, sebaran kasus DBD terbanyak berada di Kecamatan Ngemplak.

Berdasarkan data per Puskesmas dari laman https://dinkes.boyolali.go.id/dbd, sebaran DBD di Kecamatan Ngemplak ada 38 kasus dan nol meninggal dunia. Lalu, Kecamatan Karanggede menjadi terbanyak nomor dua dengan 34 kasus. Tersedikit ada di Puskesmas Selo yang mencatat nol kasus DBD.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Di Puskesmas Ampel mencatat tujuh kasus, Puskesmas Cepogo 11 kasus, Puskesmas Musuk 9 kasus dan 1 meninggal dunia, Puskesmas Boyolali I ada 14 kasus dan 1 di antaranya meninggal, Puskesmas Boyolali II ada tujuh kasus.

Lalu, di Puskesmas Mojosongo ada 15 kasus dengan 1 kasus kematian, di Puskesmas Teras 17 kasus dan 1 meninggal dunia, Puskesmas Sawit ada 11 kasus, Puskesmas Banyudono I ada tujuh kasus, Puskesmas Banyudono II ada 4 kasus, Puskesmas Sambi 21 kasus, Puskesmas Nogosari 15 kasus,.

Selanjutnya di Puskesmas Simo ada 12 kasus, Puskesmas Klego I ada 1 kasus, Puskesmas Klego II ada 2 kasus, lalu Puskesmas Andong 13 kasus dan 1 kematian, Puskesmas Kemusu ada 9 kasus, Puskesmas Wonosegoro 19 kasus, Puskesmas Juwangi ada 23 kasus, Gladagsari ada 2 kasus, Tamansari nol kasus, serta Wonosamodro lima kasus.

Sebelumnya diberitakan, kasus DBD di Boyolali dari Januari 2023 hingga Selasa (4/7/2023) mencapai 296 kasus. Angka tersebut naik tajam dibanding kasus DBD 2022.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, dari Januari hingga Juni atau semester I 2023 terdapat 295 kasus DBD. Sedangkan pada semester I 2022 ada 144 kasus.

Kepala Dinkes Boyolali, Puji Astuti, mengungkapkan penyebab naiknya angka kasus DBD karena faktor cuaca.

“[Kenaikan] karena faktor cuaca, ada hujan tapi juga ada panasnya. Sehingga, perkembangan nyamuknya lebih cepat,” ungkap Puji saat ditemui Solopos.com di kantornya, Rabu (5/7/2023).

Walaupun mengalami kenaikan, Puji menuturkan tren kasus mengalami penurunan sejak Mei. Terbukti, pada Juni kasus DBD terendah dibanding lima bulan sebelumnya, yaitu delapan kasus.

Pada Januari tercatat ada 83 kasus DBD dan 2 orang meninggal dunia. Kemudian, pada Februari 2023 ada 59 kasus, Maret 45 kasus dan 1 meninggal dunia, April 40 kasus dan satu meninggal dunia, Mei 60 kasus dan 1 meninggal dunia, dan Juni delapan kasus.

Sedangkan berdasarkan data Dinkes Boyolali, kasus DBD 2022 pada Januari ada 22 kasus, Februari 16 kasus, Maret 29 kasus, April 26 kasus, Mei 20 kasus, dan Juni 31 kasus.

“Pada Juli ini, atau di pekan ke-27 pada 2023 ada satu kasus terkonfirmasi DBD,” terang Puji.

Sehingga, jelas Puji, total kasus DBD hingga 4 Juli 2023 ada 296 kasus terdiri dari DBD sebanyak 259 kasus, lalu ada 37 kasus dengue shock syndrome (DSS).

Ada juga lima kasus meninggal dunia akibat DBD di Boyolali selama semester I 2023. Kasus tersebut tercatat dari Puskesmas Musuk, Teras, Boyolali I, Mojosongo, dan Andong.

Selanjutnya, Puji mengatakan kasus DBD memang tinggi di awal tahun 2023 karena kondisi cuaca hujan dan panas yang bergantian dalam waktu cepat. Ia mengatakan pergantian cuaca yang cepat tersebut membuat nyamuk lebih cepat bertelur dan menjadi nyamuk dewasa.

“Kalau panas terus atau hujan terus justru membuat jentik dan nyamuknya tidak berkembang. Kalau selang panas dan hujan cepat, justru nyamuk berkembang besar karena biasanya nyamuk bertelur menempel di dinding entah kolam, vas, atau yang lain. Jika panas terus, telurnya enggak bakal hidup, kalau kena hujan, dia akan tumbuh,” kata dia.

Puji meminta masyarakat untuk membersihkan kolam atau penampungan air dengan cara disikat agar telur ikut hilang. Selain itu, ia juga menganjurkan bagi masyarakat yang menaruh abate di penampungan air untuk disebar bukan ditaruh di dalam plastik.

Ia menyoroti masih ada masyarakat yang menaruh abate di dalam plastik atau kain. Menurut Puji, cara yang benar menaruh abate adalah langsung menaburkannya ke air.

“Sehingga nanti residu dari abate itu dapat menempel di dinding-dinding. Begitu nyamuk mau bertelur, di situ residu dari zat aktif abate menjadikan telur itu enggak sempat hidup. Air yang diberi abate aman kok,” kata dia.

Ia mengatakan abate dapat diperoleh masyarakat secara gratis di seluruh Puskesmas Boyolali selama persediaan masih ada. Namun, Puji mengatakan masyarakat juga boleh inisiatif membeli abate secara mandiri.

Selanjutnya, Puji mengimbau masyarakat untuk tidak panik ketika mendengar berita DBD. Ia memastikan tim dari Dinkes Boyolali akan tanggap melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE).

“Kalau misal nanti di daerah tersebut dalam radius 100 meter ditemukan panas tanpa sebab, kami lakukan fogging fokus,” kata dia.

Fogging fokus, jelas Puji, bukanlah cara utama memerangi DBD. Ia meminta warga juga turut aktif memerangi DBD dengan cara membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), membersihkan lingkungan, terutama daerah yang rawan menjadi tempat penyebaran bibit nyamuk.



“Mari kita semua hilangkan kesempatan nyamuk untuk berkembang biak. Jadi silakan dibersihkan bagian rumput-rumput, gantungan baju, dan yang lain,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya