Soloraya
Senin, 20 Maret 2023 - 10:13 WIB

Sebelum Dibantu, Dulu Warga Kadipiro Sragen Ini Tidur Sekamar dengan Kambing

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi rumah Sumi, 60, di Dukuh Kadipiro RT 005, Desa Kadipiro, Kecamatan Sambirejo, Sragen, yang masih berdinding gedek sebelum mendapat bantuan bedah rumah beberapa waktu lalu. (Istimewa/Pemdes Kadipiro)

Solopos.com, SRAGEN — Ngatmi hidup sebatang kara di Dukuh Kadipiro RT 005, Desa Kadipiro, Kecamatan Sambirejo, Sragen. Nenek-nenek 80 tahun ini tinggal di sebuah rumah berdinding batu bata tanpa tulangan dengan lantai tanah.

Advertisement

Ngatmi hidup dengan mengandalkan kerajinan bambu yang dijual ke Pasar Kadipiro. Ia juga beternak kambing dan ayam. Ngatmi tidur pun bercampur dengan kambing dan ayamnya karena tak memiliki kamar khusus.

Tak jauh dari rumah Ngatmi, ada rumah Mbah Sumi, 60. Rumah berukuran sekitar 4 meter x 6 meter itu berdinding gedek dengan lantai tanah. Sumi hidup bersama anaknya yang mengalami gangguan jiwa. Rumah Ngatmi dan Sumi merupakan bagian dari 42 unit rumah di Desa Kadipiro yang dinilai tidak layak huni.

Advertisement

Tak jauh dari rumah Ngatmi, ada rumah Mbah Sumi, 60. Rumah berukuran sekitar 4 meter x 6 meter itu berdinding gedek dengan lantai tanah. Sumi hidup bersama anaknya yang mengalami gangguan jiwa. Rumah Ngatmi dan Sumi merupakan bagian dari 42 unit rumah di Desa Kadipiro yang dinilai tidak layak huni.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen melakukan intervensi lewat program Desa Tuntas Kemiskinan (Desa Tumis) pada akhir 2022. Rumah Ngatmi dan Sumi dibangun secara gotong royong oleh masyarakat. Masing-masing mendapatkan bantuan bedah rumah Rp15 juta.

“Kini, rumah Mbah Ngatmi dan Mbah Sumi sudah tembok dengan lantai plester, lebih bersih. Untuk Mbah Ngatmi juga dibuatkan jamban karena sebelumnya tak memiliki jamban dan dibuatkan kamar supaya tidurnya tidak bercampur dengan kambing,” ujar Kepala Desa Kadipiro, Sambirejo, Sragen, Ibnu Indratmoko, kepada Solopos.com, Selasa (14/3/2023).

Advertisement

“Meskipun kondisi ekonominya kurang, Mbah Ngatmi tidak mau dikasih uang. Kalau mau membantu Mbah Ngatmi dengan cara membeli produk kerajinannya yang dijual Rp10.000 per satu keranjang,” kata Ibnu.

Jumlah warga miskin di Kadipiro awalnya 594 keluarga, setelah divalidasi turun menjadi 443 keluarga. Kadipiro merupakan salah satu desa dari 208 desa/kelurahan dengan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Sragen. Jumlah warga miskin dalam data Pensasaran Percepatan Pengapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) di Sragen mencapai 130.493 jiwa atau 29.437 keluarga. Namun dari Pemerintah Provinsi Jateng hanya menunjuk 45 desa yang menjadi fokus penanganan pada 2023.

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, memiliki inovasi Desa Tumis untuk menanggulangi kemiskinan ekstrem. Ini sejalan dengan target Presiden yang menargetkan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024. Yuni, sapaan Bupati, mengungkapkan program Desa Tumis sudah dimulai di 2022 dengan tiga desa sasaran, yakni Jabung, Kadipiro, dan Cemeng. Pada 2023, program Desa Tumis menyasar di tiga desa, yaknitu di Tlogotirto Sumberlawang, Bonagung Tanon, dan Bukuran Kalijambe.

Advertisement

“Untuk intervensi di tiga desa itu saat ini sedang diasesmen ke desa untuk menentukan kebutuhan spesifik dari warga miskin supaya terentaskan dari kemiskinan. Kebutuhan intervensi per desa itu rata-rata membutuhkan dana Rp2 miliar-Rp2,5 miliar. Seperti di Kadipiro menghabiskan Rp2,3 miliar dan Cemeng membutuhkan Rp2,4 miliar. Sedangkan untuk Jabung murni dari dana masyarakat senilai Rp1,6 miliar dan tidak ada dana APBD,” ujar Yuni.

Kendala yang ditemui di lapangan, petugas survei kerap ditolak warga saat mau mendata. Warga khawatir setelah di data mereka tidak miskin lagi lalu tak dapat bantuan lagi. Dia mencontohkan di Kadipiro, ada warga butuh jamban tetapi tidak mau didata. Warga beranggapan setelah dapat jamban, mereka tidak akan dapat bantuan apa-apa lagi.

“Nah, sepertinya ada bantuan dari Provinsi Jateng untuk program Desa Tumis. Target yang awalnya hanya tiga desa menjadi 10 desa karena yang tujuh desa dibiayani dari APBD Provinsi Jateng, yakni Rp2,5 miliar kali tujuh desa,” jelas Yuni.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif