Solopos.com, SOLO — Tantangan penanganan kasus kekerasan seksual (KS) di Solo masih cukup banyak. Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PA) Satreskrim Polresta Solo, Iptu Sri Heni Sofianti mengatakan salah satu masalah utama dalam penanganan kasus KS adalah syarat saksi ahli untuk mengusut kasus tersebut.
“Pelecehan seperti korban disentuh pelaku sering gugur karena tidak ada bukti sentuhan. Di sini kami memerlukan saksi ahli dan identifikasinya masih sulit,” ujar Heni dalam Konsolidasi Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2023 oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Hotel Harris Solo, Kamis (7/12/2023).
Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah
Heni menambahkan beberapa kasus tertentu seperti eksploitasi korban oleh suaminya juga masih sulit diselesaikan dengan UU TPKS. Selain itu, resitusi korban kekerasan seksual juga masih menjadi area abu-abu bagi kepolisian yang harus diselesaikan dengan cepat.
Heni mengaku kesulitan juga terjadi ketika menghadapi kasus KS yang viral di masyarakat karena persepsi publik berpengaruh pada pengawalan kasus.
Dia sendiri bersyukur penanganan kasus di Polresta Solo sudah cepat karena kolaborasi baik antarpihak, antara lain dengan Yayasan SPEK-HAM, Yayasan KAKAK, serta para satuan tugas KS di berbagai tingkat.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Yayasan SPEK-HAM, Rahayu Purwaningsih, mengatakan tantangan berikutnya adalah rumah sakit (RS) di Solo masih belum optimal memfasilitasi penanganan pemulihan korban KS. Dia merasa miris karena Dinas Kesehatan Solo tidak menunjuk rumah sakit khusus di dalam pemenuhan hak kesehatan reproduksi bagi perempuan korban.
Menurut dia, pemenuhan hak kesehatan bagi perempuan korban KS juga belum bisa cepat.
“Ini terkait dengan perspektif atau pemenuhan hak kesehatan produksi korban, misalkan terkait dengan pemenuhan pemenuhan kontrasepsi darurat, belum semua UPTD Siap dengan kebijakan ini,” ujar Rahayu atau Ayu dalam kesempatan yang sama.
Ayu mencontohkan korban KS diperkosa kemarin malam, kontrasepsi darurat harus diberikan pagi keesokan harinya oleh UPTD atau siapapun.
Menurut UU TPKS, pemenuhan hak kontrasepsi darurat harus diberikan paling lambat 72 jam setelah kejadian dilaporkan. Hak aborsi bagi korban KS juga belum terpenuhi sepenuhnya di Solo.