SOLOPOS.COM - Para tenaga honorer K2 Klaten mengikuti audiensi dengan pejabat Kemenko Polhukam di Gedung Sunan Pandanaran, Klaten, Rabu (5/7/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Meski memenangi gugatan hingga di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), tenaga honorer kategori 2 atau K2 Klaten tetap tak bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Mereka ditawari diangkat jadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Kenyataan pahit itu terungkap saat puluhan honorer K2 Kabupaten Bersinar mengikuti audiensi dengan perwakilan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM (Kemenko Polhukam) di Gedung Sunan Pandanaran, Klaten, Rabu (5/7/2023).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Audiensi itu diikuti puluhan tenaga honorer K2 dan kuasa hukum mereka. Selain perwakilan Kemenko Polhukam, audiensi dihadiri langsung anggota DPR, Mohammad Toha. Audiensi juga diikuti secara daring oleh pejabat Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Pada kesempatan itu, para honorer K2 Klaten dinyatakan tetap tak bisa diangkat menjadi PNS lantaran terbentur undang-undang (UU). Mereka kemudian ditawari untuk diangkat menjadi PPPK dan diberi waktu selama tujuh hari atau sepekan guna memberikan jawaban.

Para honorer K2 itu pun secara tegas menolak menjadi PPPK dan tetap menuntut agar diangkat menjadi PNS. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam, Marsekal Muda TNI Arif Mustofa, mengatakan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan para honorer K2 itu menjadi PNS sesuai putusan hukum.

Namun, mereka tetap tidak bisa diangkat menjadi PNS meskipun sudah memenangi upaya hukum. “Kami sudah merapatkan dengan Menpan RB, BKN, dan lembaga/kementerian terkait lainnya. Salah satu solusi yang paling memungkinkan hanya PPPK. Tetapi teman-teman dari bapak/ibu sekalian ini tidak menginginkan PPPK,” kata Arif saat ditemui wartawan seusai audiensi.

Arif mempersilakan jika honorer K2 Klaten itu berubah sikap dengan bersedia menjadi PPPK atau memiliki bukti atau solusi yang memungkinkan mereka bisa diangkat menjadi PNS untuk segera disampaikan dalam rentang sepekan ini.

Terbentur Undang-Undang

“Kami beri waktu selama sepekan kalau ada perubahan dari teman-teman ini mangga. Atau kalau ada novum atau bukti baru atau solusi yang lain kami beri waktu sepekan,” kata Arif.

Jika tidak ada perubahan sikap atau novum, Arif mengatakan akan membuat surat rekomendasi ke Menko Polhukam agar dibuatkan surat yang ditembuskan kepada pihak-pihak terkait bahkan sampai ke Pak Presiden atau Wakil Presiden.

Arif menjelaskan penyelesaian kepegawaian menyangkut honorer K2 Klaten itu sebenarnya bukan dari Kemenko Polhukam. Dia menjelaskan Kemenko Polhukam sudah melakukan upaya agar mereka bisa diangkat menjadi PNS. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan lantaran melanggar undang-undang yang berlaku.

“Ini kewenangan sebenarnya bukan di kami. Kami hanya mengoordinasi dari kementerian lembaga yang berada di bawah Kemenko Polhukam dan kebetulan Kemenpan RB serta BKN itu termasuk di bawah Kemenko Polhukam,” kata Arif.

Staf Khusus Kemenko Polhukam, Imam Marsudi, juga menjelaskan para honorer K2 itu tidak bisa diangkat menjadi PNS karena terbentur aturan. Tawarannya adalah menjadi pegawai PPPK dan mereka diberi tenggang waktu selama tujuh hari untuk menerima atau tidak tawaran itu.

“Kemenko Polhukam ini sifatnya adalah membantu. Ini persoalan sejak lama sejak 2013 dan masuk ke saya Januari 2022. Kami coba perjuangkan dengan serius dan hasilnya teman-teman tidak bisa diangkat menjadi PNS karena terbentur aturan. Bisanya PPPK,” kata Imam.

Kuasa hukum honorer K2 Klaten, Nico Sihombing, mengatakan pertemuan pada Rabu itu tidak jauh berbeda dibanding pertemuan-pertemuan sebelumnya. Aspirasi sudah disampaikan beberapa kali sampai ke Istana Negara.

Menolak Tawaran PPPK

“Pada intinya mereka [pemerintah] tidak tunduk pada putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dengan dalih berbenturan dengan aturan. Pertanyaannya, sejak kapan peraturan pemerintah itu menganulir keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap?” kata pengacara dari LBH Mawar Saron itu.

“Sejak kapan peraturan pemerintah lebih tinggi statusnya dari putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap? Ini tidak terjawab sama sekali,” imbuhnya.

Soal tawaran para tenaga honorer itu diangkat menjadi PPPK, Nico mengatakan tawaran itu sudah ada sejak 10 tahun lalu. Lantaran hal itu, dia menilai tidak ada hal yang baru.

“Perjuangan mereka sejak 2013. Tadinya kami berharap permintaan yang sudah 10 tahun lalu, segera saja diangkat menjadi PNS. Sederhana saja persoalannya. Mereka tes PNS, mereka dinyatakan lulus, karena tidak kunjung diangkat, mereka upaya hukum ke pengadilan. Keluarlah putusan pengadilan. Mewajibkan, itulah perintahnya. Tetapi muter-muter terus jadi tidak ada kepastian hukum,” jelas Nico.

Nico menjelaskan awalnya ada 296 honorer K2 yang tak kunjung diangkat menjadi CPNS di Klaten meski sudah dinyatakan lulus tes. Dalam perkembangannya, ada yang meninggal dunia dan ada yang memilih menjadi PPPK.

Saat ini, masih ada 93 honorer K2 yang terus memperjuangkan nasib mereka agar diangkat menjadi PNS. Salah satu tenaga honorer K2 Klaten, Ari Kurniawan, mengatakan tetap menolak diangkat menjadi PPPK.

Dia dan honorer K2 lainnya tetap menuntut menjadi PNS sesuai dengan putusan hukum. “Harapannya ada ending kami segera diangkat dengan dasar putusan itu semua dari 2016-2017, sampai ke MA itu. kami harapannya sudah ending, sudah bisa ada putusan segera diangkat menjadi CPNS dengan regulasi yang khusus. Tetapi yang disodorkan adalah terbentur dengan PP tahun 2014,” kata Ari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya