SOLOPOS.COM - Ilustrasi.(JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Solopos.com, SRAGEN — Seribuan anak berusia 7-18 tahun di Kabupaten Sragen tidak sekolah. Alasan anak-anak itu tidak bersekolah kebanyakan karena tidak adanya motivasi mereka mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

Jumlah anak yang tak memiliki motivasi sekolah tak bisa dianggap remah, sedikitnya 412 anak. Faktor keluarga dan lingkungan teman bermain dianggap memengaruhi motivasi anak-anak ini. Butuh kerja sama lintas sektor mulai dari keluarga, sekolah, dan pemerintah untuk menangani anak-anak tersebut.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Selain kurangnya motivasi, penyebab anak tidak sekolah juga disebabkan faktor ekonomi atau tidak ada biaya. Jumlahnya ada 248 anak. Sementara anak tidak sekolah karena sudah atau ingin bekerja jumlahnya 174 orang. Anak tak sekolah karena disabilitas 153 orang, kondisi broken home atau yatim-piatu 25 anak, korban bullying 25 anak.

Kemudian karena sudah menikah atau sudah melahirkan ada 23 anak; memiliki kemampuan rendah 14 anak, dan penyebab lainnya 69 anak. Total anak tidak sekolah di Sragen mencapai 1.143 anak. Data tersebut diperoleh dari paparan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen.

Psikolog Dinas Sosial (Dinsos) Sragen, Anne Fatma, saat dihubungi Espos, Senin (24/7/2023), mengungkapkan kurangnya motivasi itu sebenarnya penyebabnya macam-macam. Di antaranya karena ada bullying di sekolah atau karena disabilitas dan ekonomi yang kurang.

Dia mengatakan kalau penyebabnya di luar itu, kata Anne, maka kurangnya motivasi itu muncul karena faktor lingkungan terdekatnya, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan temannya.

“Mungkin keluarga tidak mendorong anak untuk sekolah. Barangkali keluarga menganggap pendidikan itu tidak penting. Kalau lingkungan teman, kemungkinan anak tidak sekolah karena mengikuti kebiasaan teman-temannya. Misalnya, anak punk. Mereka memilih tidak sekolah dan bergabung jadi anak punk,” jelasnya.

Anne menyampaikan pendekatan pada anak-anak yang kurang motivasinya ini dibutuhkan kolaborasi lintas sektor. Terutama orang tua yang paling dekat dengan anak, pemerintah, dan sekolah. Keluarga terdekat punya pengaruh besar untuk dapat membawa anak-anak ini kembali ke sekolah.

Penanganan Anak Disabilitas

Sementara penanganan untuk anak disabilitas, menurut Subkoordinator Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Dinsos ini, membutuhak pendekatan yang berbeda. Dia menyampaikan dari data 153 anak disabilitas, mayoritas karena kekurangan pada intelektualnya, bukan karena fisiknya. Anak disabilitas fisik masih bisa dilakukan dengan sekolah inklusi.

“Disabilitas ini juga dipengaruhi faktor ekonomi keluarga. Penanganannya mereka bisa dikirim ke Panti Asuhan anak untuk disekolahkan di sekolah luar biasa (SLB). Mereka diajari sesuai dengan potensi yang mereka miliki,” jelasnya.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen, Sukisno, menyampaikan 1,143 anak tidak sekolah di Sragen itu hasil pendataan 2022. Pembaruan data akan dilakukan dengan pendekatan data pokok kependidikan (dapodik).

Di sisi lain, data mengenai jumlah anak tak sekolah itu juga sudah disampaikan ke Dinas Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Sragen agar dilakukan penanganan.

“Penanganan yang sudah kami lakukan dengan memberdayakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarkat (PKBM). Para PKBM ini yang menjadi ujung tombak agar anak-anak itu mau kembali ke sekolah. Sejauh ini sudah bagus. Selain itu, Pemkab juga menggandeng mahasiswa yang melakukan praktik kerja nyata (KKN) di Sragen untuk membantu fasilitator program,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya