Soloraya
Rabu, 15 Maret 2023 - 19:44 WIB

Sedihnya Petani Tlogolele Boyolali, Gagal Panen Sayur gegara Hujan Abu Merapi

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu petani Tlogolele, Selo, Boyolali, menunjukkan tomat yang masih hijau terkena abu vulkanik Merapi sehingga gagal panen, Rabu (15/3/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Petani di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali, harus menelan pil pahit karena mengalami gagal panen atau harus memetik dini sayur mereka yang terkena hujan abu vulkanik Gunung Merapi yang erupsi sejak Sabtu (11/3/2023).

Sayuran yang gagal panen biasanya yang masih kecil atau muda. Sedangkan yang harus dipetik dini yakni sayur yang sudah siap panen atau telah menghijau. Salah satu petani Tlogolele, Harsini, 50, mengungkapkan biasanya ia bisa memetik tujuh hingga delapan keranjang tomat berisi 30 kilogram per keranjang.

Advertisement

Namun, karena hujan abu dari Gunung Merapi ia harus membabat habis 2.500 pohon tomat di ladangnya. “Jadi tomatnya itu berwarna cokelat kehitaman, mungkin karena kena abu agak panas. Ada yang gogrok tomatnya karena pangkalnya kena. Ini tomat saya gagal panen, padahal ini baru mau petik pertama,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di ladangnya di Dukuh Belang, Tlogolele, Rabu (15/3/2023).

Dari 2.500 pohon, Harsini hanya mampu menyelamatkan sekitar 2 kilogram tomat dari kebunnya yang terkena hujan abu di lereng Merapi, Boyolali. Itu pun masih berwarna hijau, sehingga ketika dijual harganya jatuh, hanya Rp2.000 per kilogram.

Advertisement

Dari 2.500 pohon, Harsini hanya mampu menyelamatkan sekitar 2 kilogram tomat dari kebunnya yang terkena hujan abu di lereng Merapi, Boyolali. Itu pun masih berwarna hijau, sehingga ketika dijual harganya jatuh, hanya Rp2.000 per kilogram.

Padahal, jika dijual dalam keadaan normal bisa mencapai rata-rata Rp7.000 per kilogram. Ia mengungkapkan tanaman tomatnya tidak bisa diselamatkan karena bunga tomat juga sudah rontok.

“Cabainya juga mau tidak mau harus saya panen sekarang, takut bosok [membusuk], harganya untuk rawit ini sekitar Rp53.000 per kilogram, sebelumnya Rp60.000 per kilogram.”

Advertisement

“Cabainya juga mau tidak mau harus saya panen sekarang, takut bosok [membusuk], harganya untuk rawit ini sekitar Rp53.000 per kilogram, sebelumnya Rp60.000 per kilogram,” ujarnya.

Petani lainnya asal Dukuh Karang, Tlogolele, Boyolali, Rohmanto, juga mengalami gagal panen karena kondisi batang yang membusuk dan sayur seperti tomat dan cabainya berwarna cokelat setelah hujan abu pada akhir pekan lalu.

Bantuan Logistik untuk Menyambung Hidup

Normalnya, Rohmanto dapat memanen sebanyak satu kuintal tomat. Tetapi gegara hujan abu ia hanya bisa memanen lima kuintal. Itu pun tomat sengaja dipetik saat masih berwarna hijau atau petik dini. “Jadi kami mempercepat masa panen, biasanya tiga bulan baru dipetik, ini dua bulan sudah dipetik,” jelasnya.

Advertisement

Cabai di tempatnya juga mengalami busuk batang sehingga ia juga harus memanen cabai keritingnya. Selain itu, harga cabai di tempatnya juga turun, sebelum erupsi Merapi harga cabai keriting merah Rp24.000 kemudian turun jadi Rp19.000 per kilogram.

Cabai keriting hijau juga turun dari Rp12.000 menjadi Rp8.000 per kilogram. “Kalau usaha petani ya dipetik lebih awal terus juga disemprot air untuk membersihkan abu,” jelasnya.

Kades Tlogolele, Selo, Boyolali, Sungadi, mengatakan karena mayoritas warga Tlogolele adalah petani dan peternak sehingga ketika ada hujan abu vulkanik dari Merapi sangat terasa dampaknya bagi mereka.

Advertisement

“Otomatis [tanaman] yang masih muda gagal panen, yang sudah panen penuaan dini. Jadi semisal cabai biasanya bisa dipetik hingga 15 kali lebih, ini hanya 5-7 kali,” jelasnya. Selain masalah pertanian, ada masalah di bidang peternakan yaitu masyarakat kesulitan mencari pakan ternak layak untuk hewan sapi dan kambing mereka.

Sejak Merapi erupsi pada Sabtu lalu, kebutuhan mendesak bagi warganya adalah bantuan pakan ternak. Selain itu, karena mayoritas warga merugi akibat produk pertaniannya gagal panen, ia meminta perhatian dari Dinas Sosial (Dinsos) Boyolali terkait bantuan logistik untuk menyambung hidup.

“Musim panennya rusak dan semua kena dampaknya. Kami pernah berkoordinasi dengan Dinas Sosial, kami mohon untuk dibantu sejenis bantuan sembako, istilahnya jadup [jaminan hidup] lah,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif