SOLOPOS.COM - Salah satu pemilik kebun kopi di Banyuanyar menunjukkan biji dan daun kopi barendo atau kopi nangka, Kamis (27/11/2022). Ia mengatakan aroma kopi barendo seperti nangka. (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI – Desa Banyuanyar Kecamatan Ampel Boyolali memiliki perkebunan unggulan yakni kopi nangka yang dikenal dengan kopi barendo atau lebare londo (setelah Belanda).

Salah satu pemilik kebun kopi barendo atau kopi nangka, Sumadi, 70, mengatakan saat zaman penjajahan Belanda, warga di sekitar Banyuanyar merupakan buruh di perkebunan kopi daerah Cepogo.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Kemudian petani-petani itu ingin sekali menanam sendiri. Kemudian mengambil bibit-bibitnya lalu ditanam di kebun atau lahan-lahannya sendiri dan dilestarikan sampai sekarang,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di kebunnya daerah Jumbleng, Banyuanyar, Kamis (27/10/2022).

Berbeda dengan aroma kopi pada umumnya, Sumadi mengatakan kopi barendo memiliki aroma seperti buah nangka sehingga juga dinamakan kopi nangka.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan perbedaan pohon kopi barendo atau kopi nangka Banyuanyar adalah daunnya yang besar-besar dengan pucuk daun berwarna merah.

Baca juga: Excelsa, Kopi Warisan Belanda Jadi Kekuatan Wisata Banyuanyar Boyolali

“Selain itu, kopi nangka buahnya lebih besar dibanding kopi robusta atau arabika,” jelasnya.

Sumadi mengatakan dirinya tak memasarkan kopi tersebut keluar daerah, hanya ke lokal Banyuanyar. Akan tetapi, dirinya mengetahui jika kopi-kopi tersebut dijual ke banyak daerah seperti Jakarta, Semarang, Wonogiri, dan kota-kota lain.

“Biasanya juga orang-orang perantauan waktu balik juga bawa kopi nangka untuk oleh-oleh atau dijual di sana,” ceritanya.

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Banyuanyar, Komarudin, mengatakan sebelum dinamakan kopi barendo, nama kopi tersebut adalah kopi legandar.

“Itu [legandar] nama selama penjajahan Belanda dulu. Setelah Belanda dan Indonesia merdeka, masyarakat menyebutnya kopi barendo,” jelasnya saat dijumpai Solopos.com di gedung IKM Banyuanyar, Minggu (6/11/2022).

Baca juga: Nikmatnya Excelsa, Kopi Aroma Nangka Khas Banyuanyar Ampel Boyolali

Selanjutnya, kopi barendo Boyolali ini merupakan peninggalan Belanda yang beraroma seperti nangka, maka dinamakan dengan kopi nangka.

“Dan itu terus kami unggulkan, kami bangkitkan dalam rangka optimalisasi Prukades, Program Unggulan Kawasan Perdesaan,” tegasnya.

Program tersebut, lanjut Komarudin, memiliki ruh untuk menambah hasil dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Ia menyatakan Pemerintah Desa (Pemdes) Banyuanyar selalu memberikan edukasi terkait Good Agriculture Practice (GAP) dan Good Manufacturing Practice (GMP).

Ia menjelaskan GAP terdiri dari cara mengolah kebun kopi yang baik dimulai dari pembibitan, pemupukan, cara merawat, dan sebagainya.

“Dan kami kerja elaborasi pentahelix bersama dengan pemerintah di atas kita, semisal dinas pertanian dan perkebunan semisal di kopi. Semisal sapi yang dinas peternakan dalam rangka edukasi GAP,” jelasnya.

Baca juga: TELEKOMUNIKASI BOYOLALI : Satpol PP Segel Menara Tak Berizin di Ampel

Komarudin mengatakan edukasi tersebut sekaligus nilai jual wisata di Desa Banyuanyar. Selanjutnya, Komarudin mengatakan GMP digunakan untuk menambah hasil jual. Termasuk nilai jual kopi barendo di Boyolali ini.

“Kami mencoba mengedukasi dan memfasilitasi masyarakat bagaimana mengolah perkebunan, pertanian, dan peternakan kemudian menjadi pasca-panen yang baik. Nah, pasca-panen yang baik itu dengan mengolah bahan baku menjadi bahan yang siap saji. Itu ruh utama GMP,” kata dia.

Komarudin sendiri menginformasikan ada sekitar 44,45 hektare perkebunan kopi di Banyuanyar dengan produktivitas sekitar 10 ton dalam setahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya